Senin, 10 November 2014

Perlukah Pendidikan Tinggi dan Gelar Akademik?


Perdebatan saat seorang lulusan SMP jadi menteri boleh apa tidak?
Menurut saya sih ambil jalur tengahnya. Selama orang tsb pintar, akhlaknya baik, amanah dan benar2 mampu mengapa tidak?
Banyak orang2 yang pendidikan formalnya rendah, tapi tetap sukses bahkan mengalahkan orang2 yang S3 sekalipun. Buya Hamka tidak tamat SD. Namun beliau otodidak dan rajin belajar meski tidak lewat jalur sekolah. Buya Hamka jadi Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI). Adam Malik meski pendidikannya cuma SMP bisa jadi wartawan dan Wakil Presiden. Liem Sioe Liong dan Tomy Winata itu cuma lulusan SMP. Namun karyawannya banyak yang S2 atau lebih. Bill Gates pun yang sempat jadi orang terkaya di dunia dan pembuat sistem operasi Microsoft Windows yang banyak dipakai orang, ternyata kuliah S1 saja tidak tamat.

Sebaliknya banyak sarjana S1 yang menganggur bahkan ada Doktor yang ingin bunuh diri karena sekarang menganggur akibat depresi. Bukannya sombong, meski saya cuma bergelar S1, paling tidak ada 2 teman saya yang dulu biasa nyontek / minta dibikinkan tugas kepada saya sekarang justru jadi dosen dengan gelar S2 dan bisa jadi nanti jadi S3!


Ini menandakan ijazah itu meski penting bukan segala2nya. Saya lihat sekarang orang terlalu memperhatikan ijazah. Sampai2 untuk jadi guru SD saja, orang harus punya ijazah S1 dulu. Padahal zaman dulu ijazah SMA / SPG juga sudah cukup. Begitu pula mahasiswa yang masih kuliah sudah bisa jadi Asisten Dosen selama dia sudah lulus MK tsb. Dulu untuk Dosen S1, ijazah S1 saja sudah cukup. Sekarang harus S2. Jadi berlebihan. Akhirnya Pendidikan S1, S2, dan S3 sekarang jadi komoditi bisnis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar