Sabtu, 08 November 2014

Harga BBM Naik: Wabah Kelaparan Tahun 2008 Terulang Lagi?


Wabah Kelaparan di tahun 2008 setelah Wapres Jusuf Kalla menaikkan harga BBM dari Rp 1810/liter di tahun 2004 hingga Rp 6000/liter. Tarif angkutan umum dan Harga2 sembako juga melonjak pesat. BLT dan BLSM yang digembar-gemborkan bisa membantu rakyat miskin langsung ternyata tidak bisa menjangkau seluruh rakya miskin yang jumlahnya lebih dari 100 juta jiwa.
Akankah itu terulang lagi dengan kenaikan harga BBM sekarang?
Seperti kata Habibie, dengan kenaikan harga2 barang, orang2 yang tadinya tidak miskin akan jadi miskin.
Tetapi media massa diam. Semua diam.

Dari Sabang Sampai Merauke Rakyat Indonesia Mati Kelaparan....
Nova Maulana (2 tahun) anak seorang buruh tani miskin di SragenDari Sabang Sampai Merauke Rakyat Indonesia Mati Kelaparan....


Mungkin begitulah lagu yang bisa kita nyanyikan sekarang. Saya coba google dengan kata kunci busung lapar untuk artikel 6 bulan terakhir, ternyata sungguh banyak artikel yang memuat berita rakyat Indonesia mati kelaparan dari Aceh, Riau, Tangerang, Makassar, NTT, hingga Papua.
http://infozaman.blogspot.com/2008/03/dari-sabang-sampai-merauke-rakyat.html

Di Aceh 29 anak meninggal karena busung lapar sementara 1.336 lainnya kena busung lapar.Sebanyak 340.056 jiwa dari total 990 ribu penduduk Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur masuk dalam kategori keluarga miskin, yang berpotensi menderita gizi buruk.(Media Indonesia) Ada 5,1 juta balita bergizi buruk dengan 54 persen atau 2,6 juta jiwa terancam kematian seperti ditegaskan Dr. Yosep Hartadi (Lampung Post). Silahkan lihat berbagai artikel tentang kasus meninggalnya anak-anak Indonesia karena busung lapar di situs http://infoindonesia.wordpress.com.

Tentu saja harus dicari penyebab dan yang lebih penting solusi agar tidak ada lagi anak Indonesia yang meninggal karena kelaparan.

Pertama kemiskinan di Indonesia umumnya adalah kemiskinan struktural yang terjadi karena kebijakan pemerintah yang keliru seperti pemerintah gagal mengontrol harga kebutuhan pokok rakyat seperti pangan sehingga harga meroket dan tidak terbeli lagi oleh rakyat serta berbagai penggusuran terhadap pedagang pasar/kaki lima yang kerap diikuti dengan kebakaran yang menghanguskan modal dagangan mereka.

Azmi menderita busung lapar

Sikap sebagian elit pemerintah/politikus yang menutup mata seperti menyatakan bahwa Indonesia sudah tidak masuk negara miskin lagi karena pendapatan per kapita sebesar US$ 2.000/tahun sangat menyesatkan. Dia tidak memperhatikan jurang antara yang kaya dan miskin di Indonesia. Seorang kaya bisa punya harta trilyunan rupiah seperti Menko Kesra Aburizal Bakrie yang kekayaannya mencapai Rp 1,3 trilyun. Tapi yang miskin penghasilannya bisa hanya Rp 5.000-10.000 per hari seperti keluarga Basse yang mati kelaparan. Jika dihitung pendapatan per kapita, maka keluarga dengan 2 anak tersebut pendapatannya hanya kurang dari US$ 73 per tahun per orang (1 US$=9.400 dan pendapatan keluarga Rp 7.500/hari). Sehari pendapatan per orang keluarga tersebut hanya US$ 0,2 per hari atau hanya Rp 1.875.

Sikap keliru lainnya adalah memandang enteng kasus kematian warga sebagai kasuistis. Sebagai contoh satu aktivis Partai Demokrat dalam satu acara di TV mengatakan bahwa yang mati kelaparan kan cuma 1 orang yang kemudian dibantah oleh presenter Dessy Anwar bahwa rakyat miskin di Indonesia ada 37 juta dengan dokumen statistik yang dia pegang.

Korban Busung Lapar terus Bertambah

Untuk mengatasi kemiskinan, sikap tidak peduli macam di atas harus dibuang dulu, baru kita bisa maju.

Pemerintah juga harus meralat standar angka kemiskinan 166.697 per bulan atau Rp 5.500 per hari juga sangat minim. Sebagai contoh, untuk sekali makan saja minimal perlu Rp 3.000. Jadi kalau 3 x makan, berarti butuh Rp 9.000. Ditambah minuman yang sehat (air masak) paling tidak Rp 500. Jadi hanya untuk makan minum perlu Rp 9.500 atau sekitar 1 dollar per hari. Itu baru untuk makan-minum. Belum untuk rumah, listrik, transport, pendidikan, sabun, dan sebagainya.

Jelas angka garis kemiskinan pemerintah sebesar Rp 5.500/hari terlalu rendah. Untuk binatang yang tak perlu rumah, sekolah, sabun mungkin cukup. Tapi untuk manusia jelas kurang. Bahkan ada yang bilang binatang saja punya kandang. Masak orang tidak punya rumah... Dengan garis kemiskinan yang rendah itulah maka jumlah orang miskin di Indonesia tidak banyak. Hanya sekitar 37 juta jiwa. Tapi jika memakai standar dunia, jumlahnya bisa membengkak hingga 126 juta jiwa. Tak heran jika pada saat penyaluran dana bantuan, banyak orang yang menurut versi pemerintah kaya ikut mengantri. Padahal mereka sebenarnya miskin menurut standar yang wajar.

Oleh karena itu Bank Dunia (World Bank) menyatakan bahwa garis kemiskian absolut (Extreme Poverty Line) adalah US$1/hari dan Moderate Poverty Line sebesar US$ 2/hari. Artinya satu keluarga dengan 2 orang anak dikatakan miskin jika penghasilannya kurang dari Rp 1,128.000/bulan.

Dengan standar itu ada 63 juta rakyat Indonesia yang berada dalam kemiskinan yang ekstrim dan 126 juta yang miskin moderate.

Dengan menyadari jumlah rakyat miskin yang benar, kita baru bisa membantu orang miskin. Dana APBN sebesar Rp 800 trilyun harusnya separuhnya digunakan untuk mensejahterakan rakyat. Bukan untuk memperbesar gaji para pejabat, renovasi rumah anggota DPR, apalagi sekedar studi banding dari Mall ke Mall di luar negeri. Utamakan separuh dana APBN untuk rakyat.

Busung lapar/kemiskinan bertambah banyak karena harga barang meroket jauh melebihi pertambahan penghasilan. Taruhlah dulu separuh penduduk Indonesia hidup cukup. Penghasilan mereka sebulan Rp 500 ribu dan kebutuhan hidup Rp 500 ribu. Ini bisa bertahan. Tapi begitu harga pangan seperti beras, kedelai, minyak goreng meroket hingga 2 kali lipat lebih sehingga kebutuhan hidup jadi Rp 1 juta per bulan, maka rakyat Indonesia jadi kekurangan. Bahkan seandainya secara statistik penghasilan rakyat Indonesia naik jadi Rp 700 ribu per bulan, tapi tetap saja mereka bertambah miskin jika biaya kebutuhan hidup naik jadi Rp 1 juta per bulan atau lebih.

Agar harga pangan tetap terjangkau oleh rakyat Indonesia yang sebagian besar miskin, pemerintah perlu menerapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk produk pangan yang sangat diperlukan seperti beras, kedelai, minyak goreng, dan minyak tanah. Minimal untuk produk kelas 3 yang tidak akan dikonsumsi oleh orang kaya.

Untuk menjaga agar harga stabil, pemerintah bisa mengenakan Pajak Ekspor (PE) yang besarnya 4 kali lipat dari PPN dalam negeri. Misalnya jika harga minyak goreng menembus lebih dari Rp 8.000/liter, pemerintah bisa mengenakan PE sampai 40% sehingga penerimaan pajak pemerintah juga bertambah. Dengan PE minyak goreng 40% misalnya, pemerintah bisa dapat pajak sampai Rp 20 trilyun sementara eksportir minyak goreng tetap untung meski keuntungannya tidak besar. Misalnya dulu dengan harga minyak goreng Rp 6000/kg mereka hanya untung Rp 3.000/kg, maka dengan harga minyak Rp 15.000/kg maka pemerintah dapat pajak Rp 6.000/kg sementara eksportir minyak goreng tetap untung Rp 6.000/kg (jika hpp Rp 3.000/kg).Keuntungan eksportir itu justru naik 2 kali lipat dari Rp 3.000/kg jadi Rp 6.000/kg.

Agar pemerintah bisa menstabilkan harga dan tidak berulangkali dipermainkan oleh para pengusaha seperti pengusaha minyak goreng yang berulangkali menaikan harga, maka pemerintah harus menguasai 51% produk kebutuhan rakyat. Jika tidak, maka begitu pemerintah dan rakyat lengah, harga minyak goreng membubung lagi.

Tak ada salahnya pemerintah menganggarkan Rp 10 trilyun untuk mentransmigrasikan 100 ribu KK (400.000 jiwa) ke Sumatera di mana tiap KK mendapat tanah 2 hektar. Pemerintah harus menyediakan lahan seluas 200 ribu hektar (2.000 km2). Harusnya tidak sulit mengingat luas pulau Sumatera 473 ribu km2 lebih dan pemerintah telah memberikan jutaan hektar tanah kepada para konglomerat dan pengusaha asing. Minimal 1 dari 5 transmigran adalah petani sehingga mereka punya pengalaman untuk dibagikan ke transmigran lain. Sisanya adalah dari keluarga miskin yang rawan kena busung lapar.

Dengan cara itu, keluarga miskin bisa lebih sejahtera karena bisa bertani, Indonesia bisa hemat devisa karena tidak perlu impor pangan dari luar, dan membuka lebih banyak lapangan pekerjaan baik sebagai buruh tani atau pun buruh pabrik pupuk karena produksi mereka bertambah. Dari 200 ribu hektar paling tidak bisa didapat panen sekitar 2 juta ton makanan setiap tahun. Sebagian lahan bisa untuk tanaman padi, sebagian lain untuk kedelai dan juga pangan lain (selama tanahnya cocok) yang Indonesia masih kekurangan.

Minimal itulah yang bisa dilakukan oleh pemerintah. Saya lihat SBY sebenarnya cukup baik dan masih punya kepedulian. Sayangnya visi dan misi harus lebih diperjelas. Dan para pembantunya seperti Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan terbukti gagal membuat harga barang stabil dan terjangkau oleh rakyat. Kasus meroketnya kenaikan harga minyak goreng misalnya, itu kan terjadi dari Mei 2007. Ternyata berbulan-bulan hingga sekarang (Maret 2008) belum beres juga. Ini menunjukkan kekurang-pedulian atau ketidak-mapuan para menteri tersebut mengendalikan harga.

Banyaknya anak-anak yang kena busung lapar dan meninggal juga bukti ketidak-mampuan Menko Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie. Dia gagal membantu fakir miskin dari bahaya kelaparan. Bagaimana bisa membantu rakyat miskin dengan bantuan langsung jika tidak semua rakyat miskin terdata atau kriteria kemiskinan terlampau rendah. Sebagai contoh di Kalimantan Selatan yang luasnya relatif lebih kecil dibanding Kaltim, Kalteng, dan Papua ternyata separuh penduduk miskin belum terdata pemerintah.

Berikut adalah Berita-berita di media massa tentang busung lapar, tak terdatanya separuh rakyat miskin, dan kenaikan harga barang

Silahkan baca juga:

http://infoindonesia.wordpress.com/2008/03/17/foto-foto-anak-korban-busung-lapar-di-indonesia

49 Balita Tangerang Derita Gizi Buruk

Kamis 13 Maret 2008, Jam: 19:24:00

TANGERANG (Pos Kota) - Di tengah lilitan hidup susah yang terus menggelayuti kehidupan keluarga miskin di sejumlah desa di Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, akhirnya menyebabkan 49 balita harus menderita gizi buruk.

Balita-balita itu adalah anak-anak warga yang tinggal di desa-desa tertinggal yang sebagiannya adalah anak nelayan yang sejak sebulan terakhir ini memang tidak bisa melaut, karena gelombang tinggi.

Temuan 49 balita bergizi buruk, tentu saja mengejutkan petugas Puskemas Mauk, yang lalu segera mendata dan mengobatinya. Sebagian besar balita setelah diperiksa kesehatan dan diberi obat, diperbolehkan pulang. Selanjutnya kesehatan mereka diawasi petugas Puskesmas.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang dr. Hani Heryanto mengutarakan, ke-49 Balita gizi buruk itu telah diberi makanan tambahan berupa bubur susu dan biskuit. “Kita sudah drop makanan tambahan itu ke Puskesmas Mauk,” katanya.

PERHATIAN SERIUS

Selanjutnya, Kepala Puskesmas Mauk beserta jajarannya diminta memberi perhatian serius untuk menangani balita-balita itu. Penanganan ini akan dilakukan dalam waktu 3 bulan. “Biasanya setelah ditangani balita-balita itu akan sehat bergizi kembali.”

Hani menginformasikan masalah balita bergizi buruk hampir terjadi di sepanjang tahun di Kabupaten Tangerang terkait kemiskinan keluarganya dan kurangnya pengetahuan keluarga menerapkan pola makanan bergizi yang tidak semuanya mahal.

“Cara penanggulangan efektifnya, ya entaskan kemiskinan keluarga itu.” Data Dinas Kesehatan di tahun ini terdapat 3.045 balita mengalami gizi buruk.

Sebab itu, kata Kepala Bidang Kesehatan Keluarga dr Reniati, Dinkes terus berupaya menurunkan secara drastis angka balita bergizi buruk itu.

Dinkes melakukan berbagai upaya dalam mengurangi penderita gizi buruk, salah satunya dengan melakukan kampanye Inisiasi Menyusui Dini (IMD) bagi ibu hamil kepada 120 kepala Puskesmas, ketua PKK, dan perwakilan rumah sakit (RS) se Kabupaten Tangerang belum lama ini.

(djamal/maryoto/ds/g)

http://www.poskota.co.id/news_baca.asp?id=35008&ik=4

3 Balita Busung Lapar Tewas

Kamis, 06 Maret 2008 | 12:27 WIB

TEMPO Interaktif, Kupang:Sedikitnya lima warga dari keluarga miskin di Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT), meninggal akibat busung lapar. Tiga di antara yang tewas itu berusia di bawah lima tahu. Dua lainnya masing berusia 13 dan 15.

Kepala Seksi Penanganan Masalah Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi NTT, Maxi Taopan, saat dihubungi, Kamis (6/3), mengatakan bahwa sejak 2007 lalu, pemerintah pusat menghentikan bantuan dana bagi penanganan gizi warga di NTT. Menurut dia, dengan penghentian bantuan itu makin memperburuk penanganan para penderita gizi buruk. Padahal, kata dia, pemerintah provinsi NTT mengusulkan dana sebesar Rp 56 miliar.

Taopan berharap, Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat segera merespons permintaan dana tersebut yang yang diusulkan sejak 2007. Rencananya dana tersebut akan digunakan untuk pengadaan makanan tambahan padat gizi, revitalisasi posyandu, dan biaya operasional bagi petugas posyandu.

Kepala Dinas Kesehatan setempat, Jonathan Lenggu, mengatakan bahwa para korban tewas penderita busung lapar di Rote Ndao itu mengalami komplikasi berbagai penyakit, seperti diare, TBC, panas tinggi dan penyakit lainnya. ”Kondisi fisik yang lemah, mereka mudah tertular penyakit,” ujarnya. Menurut Lenggu, kebanyakan korban berasal dari keluarga miskin dengan pola hidup yang kurang higienis. Apalagi, kata dia, minimnya dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah di tingkat kabupaten, provinsi, dan pusat ikut mempengaruhi penanganan gizi di daerah tersebut.

Data Dinas Kesehatan NTT menyebutkan, jumlah balita yang mengalami masalah gizi mencapai 90.000 orang dari sekitar 497 ribu balita. Sebanyak 12 ribu balita mengalami gizi buruk tanpa kelainan klinis dan 167 balita mengalami gizi buruk dengan kelainan klinis (busung lapar atau komplikasi marasmus dan kwashiorkor). Sementara 68 ribu balita lainnya mengalami gizi kurang.

Kabupaten yang paling banyak terdapat balita gizi buruk dengan kelainan klinis adalah Timor Tengah Utara yakni 81 balita, disusul Sumba Barat (27), dan Rote Ndao (13 balita). Sedangkan penderita kurang gizi paling banyak terdapat di Kabupaten Timor Tengah Selatan yakni berjumlah 12 ribu balita, Kabupaten Sikka (8.472), Manggarai (8.364), Timor Tengah Utara (7.267), dan Kupang (6.865 balita).

http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/nusatenggara/2008/03/06/brk,20080306-118718,id.html

detikcom - Bayi Busung Lapar Muncul di Aceh

Dua balita mengalami gizi buruk jenis kwashioskor (kekurangan protein) atau disebut juga busung lapar, dan satu anak lagi menderita gizi buruk jenis ...

Dari data yang ada, kasus gizi buruk di Aceh sampai 2006 tercatat mencapai 1.336 kasus dan 29 kasus di antaranya meninggal dunia. Sedangkan 1.030 kasus kondisinya membaik dan 177 kasus masih perlu penanganan.

( ray / aba )

www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2008/bulan/02/tgl/15/time/231955/idnews/894898/idkanal/10

Selasa, 04-03-2008

43 Balita di Pinrang Busung Lapar

Rumah Sakit Lasinrang Pungut Biaya Pengobatan

Jumlah balita penderita busung lapar terus mengalami peningkatan di Kabupaten Pinrang.

Kalau sebelumnya hanya ditemukan 10 orang balita, dalam tiga bulan terakhir, jumlahnya meningkat menjadi 43 balita, dua diantaranya meninggal dunia. Bahkan tercatat ada balita yang berusia tiga bulan di Desa Kaseralau, Kecamatan Batulappa meninggal dunia akibat busung lapar.

http://www.ujungpandangekspres.com/view.php?id=16380&jenis=Fokus

Rabu, 12 Maret 2008 21:48

Busung Lapar Rengut Tiga Nyawa di NTB

Kapanlagi.com - Kasus busung lapar atau gizi buruk di Nusa Tenggara Barat (NTB) sejak Januari hingga Maret 2008 tercatat 63 kasus, tiga orang diantaranya meninggal dunia.

http://www.kapanlagi.com/h/0000217623.html

Rabu, 05 Maret 2008 19:55 WIB

166.167 Balita di Riau Alami Gizi Buruk

Reporter : Rudi Kurniawansyah

PEKANBARU--MI: Sebanyak 166.167 balita di Riau dikategorikan mengalami gizi buruk. Jumlah ini sekitar 33,3% dari total 499 ribu bayi dari 11 Kabupaten/kota yang disurvei Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Riau sepanjang tahun 2007 lalu.

"Jumlah itu belum termasuk 20 kasus gizi buruk kronis atau busung lapar yang terdapat di Kabupaten Rokan Hulu dan Kota Pekanbaru," kata Kepala Sub Dinas (Kasubdin) Pelayanan Kesehatan dan Gizi Dinkes Riau Burhanuddin Agung kepada Media Indonesia, Rabu (5/3).

Ia menjelaskan, jumlah itu jauh meningkat dari hasil survei pada tahun 2006 lalu yakni dari 567.544 balita, 25% diantaranya dikategorikan bergizi buruk.

Namun jumlah kasus gizi buruk berbanding terbalik dengan kasus gizi buruk kronis yang cenderung mengalami penurunan. Disebutkannya, pada 2006 lalu terdata sebanyak 41 kasus gizi buruk kronis dengan empat kasus kematian. Sedangkan pada 2005, kasus gizi buruk kronis mencapai 88 kasus dengan empat kasus meninggal dunia.

http://www.media-indonesia.com/berita.asp?Id=161801

Senin, 03 Maret 2008 14:30 WIB

Separuh Penduduk Miskin di Kalsel Belum Terdata

Reporter : Denny Saputra

BANJARMASIN--MI: Sebanyak 49 persen dari 843.837 Jiwa penduduk miskin di Kalimantan Selatan belum terdata secara lengkap. Hal ini menyebabkan segian penduduk miskin tidak mendapatkan pelayanan kesehatan secara maksimal.

Kepala Dinas Kesehatan Kalsel, Rosihan Adhani, Senin (3/3), mengungkapkan hampir separuh penduduk miskin belum terdata. "Selama ini kita hanya berpegang pada data BPS mengenai data perkiraan penduduk miskin. Tetapi tidak secara detail terkait nama dan alamat bersangkutan," ungkapnya.

Sesuai data Badan Pusat Statistik di Kalsel terdapat 245.900 keluarga miskin atau 843.837 jiwa yang tersebar di 13 kabupaten/kota. Namun hingga kini baru 51 persen penduduk miskin terdata lengkap dan mendapatkan kartu pelayanan asuransi kesehatan bagi warga miskin (Askeskin).

http://www.media-indonesia.com/berita.asp?Id=161457

Sabtu, 01 Maret 2008 21:10 WIB

Diduga Kelaparan, Ibu dan Anak Tewas Mengenaskan

Reporter : Lina Herlina

MAKASSAR--MI: Kisah tragis keluarga miskin terjadi di Makassar. Daeng Besse, 36, yang sedang mengandung tujuh bulan dan anaknya, Fahril, 4, Jumat (29/2), meninggal dunia diduga akibat kelaparan.

Daeng Besse, yang bersuamikan Daeng Basri yang berprofesi sebagai penarik becak, tinggal di rumah kontrakan di Jl Daeng Tata I blok V Lorong 2 Makassar. Sebagai penarik becak, Basri sendiri hanya memiliki penghasilan maksimal Rp10 ribu untuk bisa menafkahi isteri dan lima anaknya.

Beruntung derita yang dialami keluarga ini segera diketahui warga setempat. Tiga anak Basri lainnya, Salma, 9, Baha, 7, dan Aco, 3, oleh warga dibawa ke Rumah Sakit Haji Makassar untuk mendapat perawatan akibat kekurangan gizi.

http://www.media-indonesia.com/berita.asp?Id=161296

Selasa, 04 Maret 2008 10:27 WIB

Harga Migor di Bantul Makin Melejit

Reporter : Amiruddin Zuhri

BANTUL--MI: Harga minyak goreng di pasar trandisional Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kembali melejit. Sementara sampai saat ini belum ada kepastian kapan minyak goreng bersubsidi bisa didistribusikan kepada masyarakat.

Berdasarkan pantauan di sejumlah pasar tradisional di Bantul minyak jenis barco naik daro Rp13.000 menjadi Rp14.500/liternya. Sementara minyak goreng kemasan juga mengalami kenaikan antara Rp1000 hingga Rp1.500/liternya dari minggu sebelumnya.

"Kenaikan terjadi lagi sejak seminggu terakhir. Saya sendiri tidak tahu kenapa," kata Setyawati,31, seorang pedagang di Pasar Bantul, Selasa (4/3).

http://www.media-indonesia.com/berita.asp?Id=161582

Selasa, 04 Maret 2008 19:45 WIB

Ratusan Ribu Warga Ponorogo Berpotensi Alami Gizi Buruk

Reporter : Agustanto

PONOROGO--MI: Sebanyak 340.056 jiwa dari total 990 ribu penduduk Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur masuk dalam kategori keluarga miskin, yang berpotensi menderita gizi buruk.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo, Titik Mukartini kepada Media Indonesia, Selasa (4/3), mengatakan angka 340.056 jiwa yang masuk dalam daftar asuransi keluarga miskin di Kabupaten Ponorogo itu, berdasarkan data pada 2007.

http://www.media-indonesia.com/berita.asp?Id=161631

Teori Domino Busung Lapar!

H.Bambang Eka Wijaya:

"Itu karena korban-korban yang mulai berjatuhan itu puncak gunung es, di bawahnya ada 5,1 juta balita bergizi buruk dengan 54 persen atau 2,6 juta jiwa terancam kematian seperti ditegaskan Dr. Yosep Hartadi (Buras, 3-3) dari FKUI!" timpal Umar.

http://www.lampungpost.com/buras.php?id=2008030901125316

Poverty

The World Bank defines extreme poverty as living on less than US$ (PPP) 1 per day, and moderate poverty as less than $2 a day, estimating that "in 2001, 1.1 billion people had consumption levels below $1 a day and 2.7 billion lived on less than $2 a day." [10] The proportion of the developing world's population living in extreme economic poverty fell from 28 percent in 1990 to 21 percent in 2001.[11] Looking at the period 1981-2001, the percentage of the world's population living on less than $1 per day has halved.

http://en.wikipedia.org/wiki/Poverty

Wapres JK Naikkan Harga BBM 3x hingga 300% Selama 5 Tahun
http://infozaman.blogspot.com/2014/08/wapres-jk-naikkan-harga-bbm-3x-hingga.html

Efek Domino Berantai Kenaikan Harga BBM
http://infoindonesiakita.com/2014/09/01/efek-domino-berantai-kenaikan-harga-bbm/

1 komentar: