Selasa, 22 April 2014

Kerusuhan Mei dari Perspektif Berbeda (3)

Date: Tue, 28 Mar 2000 07:51:34 +0700 
From: Sams <standard@jkt.mega.net.id> 
Subject: Kerusuhan Mei dari Perspektif Berbeda (3) 
Prabowo dan Kerusuhan Mei 1998 (3) 
Delapan Kali Menelepon Wiranto 
Oleh : Jose Manuel Tesoro *) 
Membandingkan antara Wiranto dan Prabowo memang menarik. Yang jelas, 
dari segi karier di bidang militer, keduanya sama imbangnya. Tetapi 
bulan Maret, sewaktu MPR memilih ulang Suharto dan menunjuk Habibie 
sebagai wakil presiden, Prabowo tampak naik setingkat lebih tinggi. Ia 
sejak lama dikenal sebagai teman lama sekaligus pengagum Habibie. 
Mereka sama-sama mempunyai temperamen Barat dan idealisme yang optimis
tentang Indonesia yang besar di masa depan. "Saya menyukai pandangannya 
mengenai teknologi canggih," kata Prabowo. "Hal itu jelas menarik hati 
saya. Selalu pembicaraan Habibie dan Prabowo adalah tentang :"Kita akan 
menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia dapat menjadi negara besar". 
Mereka menjadi sering bertemu. 
Untuk diingat saja, bagi sesama jenderal, Prabowo merupakan pembela 
Habibie yang paling berdedikasi. Dengan keadaan kesehatan Suharto yang 
agak menurun -- ia mendapat stroke ringan di bulan Desember 1997 -maka 
kesempatan Habibie untuk menggantikannya menjadi lebih besar dibanding 
wakil-wakil presiden sebelumnya, termasuk mereka yang berasal dari 
kalangan militer seperti Jenderal Try Sutrisno. 
Bagi Prabowo, kenaikan Habibie berarti suatu usaha untuk menjadi dirinya 
sebagai pimpinan militer tertinggi. "Ia (Habibie, red) beberapa kali 
mengatakan : Kalau saya jadi presiden, kamu akan jadi panglima ABRI, 
kami akan berbintang empat." 
Itu kalau kenaikan tersebut berlangsung sesuai dengan aturannya. 
Jatuhnya rupiah, yang dimulai bulan Oktober 1997, telah menimbulkan 
gelombang keresahan sosial di seluruh nusantara. Bulan Januari 
berikutnya, sebuah bom meledak di sebuah apartemen di Jakarta, yang 
didiami oleh anggota-anggota Partai Rakyat Demokratik partai sayap kiri 
yang dicekal. 
Pihak militer berusaha menghadapi demonstrasi mahasiswa yang kasar. 
Beberapa aktifis secara misterius menghilang. Tanggal 27 April, Pius 
Lustrilanang bersaksi atas penculikan dan penahanannya selama dua 
bulan-pertama dari banyak cerita oleh aktivis-aktivis yang diculik. 
Selama diinterogasi, Lustrilanang mengatakan ia diberikan kejutan 
listrik dan dibenamkan di air. 
Walaupun Wiranto membantah bahwa penculikan merupakan kebijakan, 
kecurigaan umum jatuh pada pihak militer, dan khususnya pada Kopassus, 
yang masih dihubungkan dengan Prabowo walaupun ia sudah tidak di 
kesatuan tersebut. Saat itu Prabowo memang sudah ke Kostrad sebagai 
hasil promosi sebelumnya. 
Sementara ia mempunyai reputasi untuk kesetiaan penuhnya pada Suharto, 
Prabowo juga membina hubungan dengan pihak-pihak yang mencela rezim Orde 
Barunya presiden. Ini beragam. Mulai dari rekan Suharto yang merasa 
kecewa yaitu Jenderal Nasution hingga oposisi kawakan, Adnan Buyung 
Nasution SH, seorang pakar hukum yang membantu mendirikan Lembaga 
Bantuan Hukum Indonesia yang membela dan membantu aktivis-aktivis anti 
Suharto. 
Prabowo juga membina hubungan dengan tokoh-tokoh Islam, yang merasa 
dirinya sebagai korban pemerintah dan militer yang dipengaruhi Kristen, 
dan juga terisolasi dalam perekonomian yang didominasi etnis Cina. 
Diantara mereka ini adalah : Amien Rais, seorang profesor dari 
Yogyakarta yang serangan-serangannya terhadap kekuasaan dan investasi 
klik Cendana menjadi kritik terbuka atas Suharto. Hubungan-hubungan 
Prabowo yang tidak lazim dan kedekatannya dengan Habibie, memisahkannya 
dari orang-orang lainnya di sekeliling Suharto. 
SEPUTAR JATUHNYA SOEHARTO 
Drama dimulai pada hari Selasa, tanggal 12 Mei, pada waktu Prabowo 
mendapat telepon. Beberapa mahasiswa terkena tembakan pada waktu 
demonstrasi di Universitas Trisakti. Naluri pertama Prabowo yakni 
menyalahkan pasukan keamanan yang tidak disiplin: "Seringkali polisi dan 
tentara kita tidak profesional. Ada beberapa kesatuan seperti itu-Ya 
Tuhan, tololnya. Demikian reaksi pertama saya." 
Menyadari akan timbulnya keadaan darurat, ia pergi ke markasnya di 
Lapangan Merdeka, tepat di sebelah garnisun Jakarta. Sebagai panglima 
Kostrad, pekerjaan Prabowo adalah menyediakan personil dan peralatan 
tempur. "Saya mensiagakan pasukan saya, untuk segera bersiap-siap," 
katanya. "Pasukan-pasukan ini selalu berada dibawah kendali operasional 
komandan garnisun. Demikian sistem kami. Saya pada dasarnya berada dalam 
kapasitas pemberi saran. Saya tidak mempunyai komnado," akunya. 
Ia pulang ke rumah setelah tengah malam, tetapi segera kembali ke markas 
besar Kostrad pagi-pagi sekali keesokan harinya, pada tanggal 13 Mei. 
Saat gerombolan perusak mulai menjarah dan membakar bangunan-bangunan, 
Prabowo menghabiskan waktu memikirkan cara memindahkan dan menempatkan 
batalyon tempurnya. 
Masalah lainnya muncul : Wiranto telah dijadwalkan untuk memimpin suatu 
upacara Angkatan Darat pagi berikutnya di Malang, Jawa Timur-lebih dari 
650 km jauhnya dari ibukota yang bermasalah. Sepanjang tanggal 13 Mei 
itu, Prabowo mengatakan bahwa ia mencoba membujuk Wiranto untuk 
menangguhkan pemunculannya. "Saya menyarankan agar kita membatalkan 
upacara di Malang," katanya. Hasilnya : tidak, upacara tetap diadakan. 
(Saya) menelepon kembali. Demikian bolak-balik... Delapan kali saya 
menelepon kantornya. Delapan kali saya diberitahu bahwa harus tetap 
berlangsung." 
Maka pukul 6.00 pagi pada hari Kamis tanggal 14, Prabowo tiba di 
landasan udara Halim di Jakarta Timur. Ia mengatakan ia terkejut, dengan 
mempertimbangkan situasi tegang tersebut, karena ia melihat kebanyakan 
perwira senior militer berada di sana. Selama penerbangan dan upacara, 
katanya, Wiranto dan Prabowo tidak banyak bertukar kata. Wiranto jelas 
harus menjelaskan tindakannya ini. 
Mereka tiba kembali di Jakarta petang hari. Prabowo kembali ke Mabes 
Kostrad, di sana ia bertemu dengan Syafrie. Pangdam Jakarta sedang akan 
mensurvey bagian barat kota dengan menggunakan helikopter. Prabowo 
menerima ajakan Syafrie untuk ikut dengannya. Sewaktu mereka memandang 
hari kedua kerusuhan dari udara yang diselimuti asap, Prabowo ingat dia 
berpikir sendiri: "Kenapa pasukan yang siaga hanya sedikit?" 
Sekitar pukul 3.30 sore, Prabowo meninggalkan Kostrad untuk bertemu 
Habibie. Presiden berada di Kairo sejak tanggal 9 Mei untuk menghadiri 
pertemuan puncak. Wakil presiden dan Prabowo membicarakan kemungkinan 
suksesi. Berdasarkan Undang-undang, Prabowo mengungkapkan, Habibie 
berada di tempat berikutnya. Topik mengenai kepala militer mendatang 
timbul. "Saya seharusnya memperhatikan perubahan tersebut," kata 
Prabowo. "Ia (Habibie) mengatakan:'Kalau namamu muncul, saya akan 
menyetujui.' Disitu ada sebuah perbedaan besar." 
Dalam perjalanan kembali ke Mabes Kostrad, Prabowo memperhatikan bahwa 
jalur bisnis utama Jakarta tampaknya tidak dijaga. Ia bertemu komandan 
garnisun (pangdam Jaya): "Saya mengatakan: Syafrie, di Thamrin tidak ada 
pasukan. Ia yakin ada cukup pasukan. Ia mengajak saya dan kami 
melihatnya." Prabowo menyarankan menggunakan separo dari 16 pembawa 
pasukan bersenjata yang menjaga kementerian pertahanan dan mengirimnya 
ke Thamrin. Ini yang kemudian dilakukannya. Dan Thamrin akhirnya selamat 
dari aksi pengrusakan dan penjarahan. (bersambung) 
*) Jose Manuel Tesoro, Wartawan Asia Week yang mewawancarai mantan 
Pangkostrad Prabowo

http://www.library.ohiou.edu/indopubs/2000/03/28/0019.html

Date: Thu, 23 Mar 2000 03:47:01 +0700
From: Sams <standard@jkt.mega.net.id>
To: apakabar@radix.net
Subject: Kerusuhan Mei dari Perspektif Berbeda (1)
Prabowo dan Kerusuhan Mei 1998 (1)
Siapa Biang Kerok Sesungguhnya ?
Oleh : Jose Manuel Tesoro *)
Anggota Komnas HAM Saparinah Sadli berada dalam tim gabungan pencari
fakta atas kerusuhan bulan Mei 1998, yang mengkaitkan peran mantan
Pangkostrad Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto. Saparinah secara terus
terang mengakui bahwa pihak TGPF tanpa sadar telah terpengaruh pada
cerita-cerita seputar peran Prabowo. Dia mengakui tak satupun bukti yang
ditemukan TGPF mengarah kepada Prabowo. Saparinah mengakui bahwa mungkin
saja Prabowo cuma korban.

Ia juga mengungkapkan bahwa tekanan yang serupa dapat dialami pada
penyelidikan mengenai kekacauan Timor Timur tahun lalu yang juga
dikait-kaitkan dengan Prabowo. Sebenarnya, katanya, sebagai anggota TGPF
dia kini terpengaruh untuk berfikir bahwa bagaimanapun Wiranto berada di
belakangnya. Dan apakah mantan Pangab itu sesungguhnya berada di
belakang tragedi kerusuhan Mei 1998 ? Tentu semua perlu bukti.
KAMBING HITAM
Versi yang beredar di Internet (baca : opini publik) : Malam hari
tanggal 21 Mei, 1998, ratusan tentara bersiap-siaga di sekeliling Istana
Merdeka Jakarta dan kediaman BJ Habibie di tengah kota. B.J. Habibie
kurang dari 24 jam sebelumnya telah menjadi presiden Indonesia yang ke
tiga. Komandan pasukan ini adalah si kejam Letnan Jenderal Prabowo
Subianto.
Seminggu sebelumnya, ia menyusun kekuatan terselubung untuk keperluannya
-- orang-orang pasukan khusus, penjahat-penjahat perkotaan, kaum radikal
tertentu -- untuk membunuh, memperkosa, menjarah dan menebarkan
kebencian etnis di tengah Jakarta.
Tujuannya : untuk menggoyahkan saingannya, Panglima ABRI Jenderal
Wiranto, dan memaksa bapak mertuanya, Soeharto, untuk menjadikannya
Panglima ABRI-selangkah lebih dekat, pada saat kerusuhan, bagi Prabowo
sendiri untuk menjadi seorang presiden.
Pengunduran diri Suharto yang terlalu dini sebagai presiden merupakan
halangan bagi ambisi Prabowo. Maka ia melampiaskan kekecewaannya pada
Habibie. Malapetaka bagi Indonesia -- dan sebuah mimpi buruk bagi Asia
Tenggara -- mungkin akan terjadi, bila tidak karena sebuah perintah dari
Wiranto yang mencopot jenderal yang sudah tak terkendalikan dan
berbahaya ini dari posisinya sebagai komandan.
Dengan kemarahan, Prabowo membawa pasukannya ke istana dan mencoba
menerobos dengan bersenjata ke ruangan Habibie. Tetapi ia pada akhirnya
dapat dikalahkan. Percobaan kudetanya ini merupakan puncak dari drama 10
hari yang melingkup jatuhnya Suharto, pemimpin Indonesia selama tiga
dekade. Masalahnya tidak semua dari cerita tersebut benar. Mungkin
bahkan tidak ada kebenarannya sama sekali.
Dan ini versi yang sama sekali berbeda, dan kini mulai diyakini banyak
orang, bahkan Presiden Gus Dur percaya bahwa versi ini lebih mendekati
kebenaran : Sangat dapat dipercaya bahwa Prabowo tidak pernah mengancam
Habibie. Apakah Prabowo merencanakan kerusuhan Mei terhadap etnis Cina
di Indonesia untuk menjatuhkan Wiranto atau Suharto? "Saya percaya dia
tidak berada di balik kerusuhan tersebut. Itu kebohongan besar," kata
seorang petinggi politik di Jakarta.
Dan jawaban Prabowo pribadi kepada saya juga menyatakan begitu. Dia
menjawab dengan tegas, lantang dan tanpa ragu-ragu. "Saya tidak pernah
mengkhianati Pak Harto. Saya tidak pernah mengkhianati Habibie. Saya
tidak pernah mengkhianati negara saya, karena saya adalah seorang
patriot. Dan saya siap diadili untuk itu," tukas Prabowo.
Prabowo, 48 tahun, bukan seorang suci. Selama 24 tahun, ia merupakan
bagian militer Indonesia, yang dengan setianya mengikuti
perintah-perintah presiden. Ia membangun pasukan khususnya yang elit -
Kopassus -untuk melawan pemberontakan dan terorisme internal.
Prabowo juga menikahi putri ke dua Suharto dan menikmati kekayaan,
kekuasaan dan kebebasan dari tanggung jawab hukum yang diberikan oleh
keluarga negara (Keluarga Cendana). Ia mengakui bertanggung jawab atas
penculikan sembilan aktivis yang dilakukan anak buahnya di Kopassus di
awal tahun 1998, beberapa diantaranya mengalami penyiksaan.
Kira-kira selusin lainnya yang diyakini diculik dalam operasi yang sama
masih tetap tidak diketahui keberadaannya. Tetapi apakah Prabowo
merupakan seorang iblis? Bulan Agustus 1998, pengadilan kehormatan
militer mendakwanya bersalah karena salah mengartikan perintah dan
diberikan sanksi-sanksi atau pengadilan militer.
Prabowo kemudian dibebaskan. Dalam laporan bulan Oktober 1998, Tim
Gabungan Pencari Fakta (TGPF) pemerintah atas kerusuhan bulan Mei
meminta penyelidikan terhadap Prabowo atas kerusuhan tersebut.
Media nasional di Indonesia dan asing sejak saat itu menghubungkan
namanya dengan kata-kata seperti "dalang," "kejam dan liar," "fanatik
yang haus kekuasaan."
Sebuah harian Asia bahkan tega menulis: "Menurut kabarnya ia membenci
bangsa Cina." Entah kabarnya siapa ? Tetapi banyak orang di dunia
apalagi lewat tulisan bias yang tersebar via internet percaya kisah ini
dan menelannya mentah-mentah tanpa merasa perlu mencek lagi. Alasannya
hanya karena Prabowo menantu Soeharto, musuh semua orang.
Keyakinan bahwa ia memulai kerusuhan tersebut dan tidak berhasil
mengendalikannya telah tercatat dalam buku-buku sejarah. "Saya monster
dibalik segalanya, begitulah yang ada di benak semua orang. Dan saya
hanya bisa menangis karena tak punya kesempatan membela diri di
Pengadilan yang fair," kata Prabowo, getir.
Walaupun demikian hampir dua tahun sejak pengunduran diri Suharto, tak
ada bukti ditampilkan yang menghubungkannya dengan kerusuhan-kerusuhan
tersebut yang memicu pengunduran diri Suharto. Aneh tetapi nyata.
Prabowo memang cuma sekedar kambing hitam dari mereka yang sesungguhnya
bertanggung jawab atas terjadinya kerusuhan itu.
Gambaran utuh mengenai hari-hari itu tetap tidak jelas dengan
cerita-cerita yang bertentangan dan sumber-sumber yang tidak dijelaskan.
Bulan September 1998, Marzuki Darusman, yang saat itu merupakan ketua
TGPF dan sekarang menjadi Jaksa Agung, mengungkapkan pikirannya pada
para reporter : "Saya rasa bukan hanya Prabowo saja yang terkait dengan
kejadian tersebut. Menurut saya ia memegang rahasia. Dan ia dapat
didorong untuk mengungkapkannya bila terpaksa."
Prabowo telah dihakimi oleh pendapat umum dan didakwa bersalah. Sesuatu
yang sebetulnya sungguh tidak adil. Dan dia tidak pernah mendapat
kesempatan untuk memberikan pendapatnya. Dia sekarang menghabiskan
seluruh waktunya di luar negeri, walaupun suratkabar-suratkabar lokal
mengatakan ia melakukan perjalanan singkat kembali pada bulan Januari,
pertama kalinya dalam 15 bulan. (Istrinya tetap berada di Indonesia,
sementara anak laki-laki mereka belajar di Amerika Serikat)
Kini, banyak pemikir-pemikir Indonesia mengakui bahwa Prabowo barangkali
merupakan sasaran yang mudah tetapi bukan merupakan sasaran penting.
Aristides Katoppo, seorang jurnalis kawakan mengatakan: "Ia dijadikan
kambing hitam bagi banyak kesalahan yang tidak dilakukannya. Dia mungkin
menuntut banyak hal. Tetapi melakukan kudeta? Tidak benar. Itu merupakan
suatu pengingkaran penerangan (disinformasi)."
Prabowo sendiri percaya bahwa tuntutan atas dirinya mempunyai suatu
alasan. Ada sekelompok orang tertentu dengan ambisi politik tertentu
pula yang ingin menjadikan dirinya sebagai kambing hitam, mungkin untuk
menyembunyikan keterlibatan mereka. Dan Prabowo percaya bahwa semua itu
telah dilakukan secara tidak adil.
Apa yang timbul dari cerita Prabowo sendiri, bersama dengan penyelidikan
mandiri yang dilakukan oleh majalah ini, merupakan suatu cerita yang
jauh berbeda, lebih bernuansa dari penilaian yang telah diterima bahwa
kejatuhan Suharto merupakan akibat pertentangan antara kebaikan dan
kejahatan-dan bahwa Prabowo merupakan pihak yang jahat. Kisah ini
merupakan laporan dari dan mengenai jangkauan-jangkauan tertinggi dari
politik Indonesia, pengungkapan sifatnya yang berubah-ubah secara tak
terduga dan kekompleksan para pelakunya. (bersambung)
*) Jose Manuel Tesoro, Wartawan Asia Week yang mewawancarai mantan
Pangkostrad Prabowo akhir Februari lalu
http://www.library.ohiou.edu/indopubs/2000/03/22/0016.html

Silahkan baca juga:
Kerusuhan Mei dari Perspektif Berbeda (1)

Subject: Kerusuhan Mei dari Perspektif Berbeda (2)

Kerusuhan Mei dari Perspektif Berbeda (3)

Kerusuhan Mei dari Perspektif Berbeda (4)

Kerusuhan Mei dari Perspektif Berbeda (5-Habis)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar