Kamis, 27 Oktober 2011

Pemerasan dan Pemukulan oleh Siswa Kelas 3 di SMAN 70 Jakarta Selatan

Segerombolan Siswa Kelas 3 di SMA 70 terbukti menteror dan memeras juniornya di kelas 1. Bahkan ada yang sampai dirawat di RS. Sementara mantan pengurus Komite Sekolah SMA 70 yang enggan disebutkan namanya mengatakan, "Kelas 1 diminta mengumpulkan uang Rp 1 juta, per kelas per minggu. Bagi yang tidak mengumpulkan akan dipukulin. Yang dipukulin itu terutama pengumpul uang kelas 1," jelasnya.


Jika masih SMA saja sudah bisa jadi Preman/Mafia yang memalak juniornya Rp 1 juta/minggu, bagaimana kalau jadi pejabat? Harusnya siswa penjahat tersebut dikeluarkan saja dari sekolah.


Anehnya Kepala Sekolah kok diam saja? Padahal dengan memasang CCTV dan menerima laporan dari orang tua murid dan murid yang diperas/dipukul, mereka bisa mengeluarkan murid yang melakukan kekerasan.



Polisi juga harusnya memproses tindakan pemerasan itu sebagai kriminal. Sebab siswa kelas 3 kan umurnya sudah 17 tahun, jadi sudah layak dihukum. Apalagi kalau memukul orang sampai masuk rumah sakit.


Kamis, 27/10/2011 14:12 WIB
Anak Jadi Korban Bully, 15 Ortu Siswa SMA 70 Lapor ke Komnas PA
Restika Ayu Prasasty - detikNews
Share
58


Ilustrasi (questgarden.com) Jakarta - Sekitar 15 orang tua siswa SMA 70 Jakarta melapor ke Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA). Sebabnya, anak-anak mereka yang masih kelas 1 SMA menjadi korban bully kakak kelasnya.


Sekitar 15 orang tua siswa yang melapor ini diwakili 7 orang tua siswa. Mereka datang ke Komnas PA, Jalan TB Simatupang, Jakarta Timur, Kamis (27/2011). Mereka semua menolak untuk disebutkan namanya. Mereka didampingi mantan pengurus Komite Sekolah SMA 70, anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Wanda Hamudah, dan diterima Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait dan mantan Ketua Komnas PA Seto Mulyadi.


"Kami datang ke Komnas Perlindungan Anak untuk melaporkan tindak kekerasan yang dialami oleh anak-anak kami baik secara fisik maupun psikologi. Anak kami yang laki-laki biasanya sering ditendang dipukul, ditempeleng oleh siswa kelas 3, pokoknya kayak di STPDN-lah, dijejerin satu per satu. Sedangkan anak kami yang perempuan biasanya di-bully secara verbal dengan kata-kata yang tidak pantas oleh kelas 3," ujar salah satu bapak yang berbicara mewakili para ortu yang melapor.


Bapak tersebut mengatakan kekerasan di SMA 70 sudah terjadi secara sistematis. Dia menambahkan, selain mem-bully, senior kelas 3 mengajarkan doktrin yang tidak baik pada para juniornya.


"Pertama, guru jangan dihormati. Kedua, orang tua harus dilawan, dan ketiga, polisi harus dimusuhi," jelasnya.


Bully ini biasanya terjadi di kantin sekolah. Para orang tua itu memberi waktu satu bulan pada Komnas PA untuk menindaklanjuti kasus ini.


"Kami beri waktu satu bulan pada Komnas Perlindungan Anak untuk menindaklanjuti kasus ini. Satu bulan tidak ditindaklanjuti kami akan mengeluarkan anak kami dari sekolah," tegasnya.


Sementara mantan pengurus Komite Sekolah SMA 70 yang enggan disebutkan namanya mengatakan, selama 3 tahun menjadi pengurus sekolah dia sudah berusaha memutuskan mata rantai kekerasan di SMA 70. Namun, kekerasan di dalam sekolah masih berlangsung.


Yang menjadi korban bullying itu selalu siswa-siswa kelas 1, dan pelaku-pelaku bullying adalah siswa kelas 3. Karena budaya ini, nantinya, kelas 1 yang jadi kelas 3 akan melakukan balas dendam kepada siswa kelas 1 yang akan datang.


"Kelas 1 dianggap bukan manusia. Kelas 2 dianggap manusia karena sudah lulus proses bully ini. Sedangkan kelas 3 adalah dewa. Kekerasan ini sudah sistemik. Contohnya, dalam kegiatan Bulungan Cup, anak kelas 3 memanfaatkan anak kelas 1, untuk mengumpulkan dana. Kelas 1 diminta mengumpulkan uang Rp 1 juta, per kelas per minggu. Bagi yang tidak mengumpulkan akan dipukulin. Yang dipukulin itu terutama pengumpul uang kelas 1," jelasnya.


(nwk/fay)
http://www.detiknews.com/read/2011/10/27/141226/1753977/10/?992204topnews


Kamis, 27/10/2011 14:57 WIB
Bullying di SMA 70 akan Dibawa Komnas PA ke Mendikbud & Polda Metro
Restika Ayu Prasasty - detikNews
Share
19


Ilustrasi (questgarden.com) Jakarta - Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menerima pengaduan 15 orang tua siswa SMA 70 Jakarta yang anak-anaknya menerima kekerasan dari seniornya di sekolah. Komnas PA akan membawa laporan itu ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan ke Polda Metro Jaya.


"Akan ditindaklanjuti ke Mendikbud dan Polda agar memutus rantai kekerasan yang sudah terjadi selama puluhan tahun," ujar Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait dalam jumpa pers di kantornya, Jalan TB Simatupang, Jakarta Timur, Kamis (27/10/2011).


Kekerasan atau bullying yang dilakukan siswa senior kepada siswa junior ini di SMU 70 ini, imbuh Arist, didiamkan dan dibiarkan pihak sekolah. Bahkan seolah-olah pihak sekolah mendukung kekerasan ini.


"Laporan ini dilakukan dengan harapan untuk memutus mata rantai kekerasan dan senioritas di SMU 70. Karena guru dan Kepsek hanya membiarkan kekerasan ini terus berlanjut. Jadi apabila SMU 70 sering terlibat tawuran sudah tak mengherankan lagi. Karena di dalam sekolah saja kerap terjadi kekerasan. Yang bahkan didiamkan dan dibiarkan oleh pihak sekolah," papar Arist.


Akibat kekerasan di sekolah ini, Arist mendapatkan informasi dari salah satu orang tua siswa yang anaknya sampai dirawat di rumah sakit.


Senada dengan Arist, mantan Ketua Komnas PA Seto Mulyadi menilai pemerintah kurang serius menangani masalah bullying di sekolah. "Saya mendesak pemerintah segera menangani kasus ini," tuturnya.


Sedangkan anggota Komisi E DPR DKI Jakarta Wanda Hamidah mengusulkan Komite Sekolah harus kuat agar tidak terjadi bullying di sekolah. "Mungkin saya memberi usul agar di SMU 70 ada 10 orang tua yang menjaga sekolah tiap hari secara bergantian," tutur politisi PAN ini.


(nwk/vta)


http://www.detiknews.com/read/2011/10/27/145722/1754023/10/?992204topnews

9 komentar:

  1. Itu sudah biasa,kalau orang yang dikelas atasnya begitu dan perlu untuk diatasi oleh Komnas perlindungan anak,dan kalau ada buktinya laporkan kepolisi,sebab aneh Kepala Sekolah tidak bertanggung jawab.

    BalasHapus
  2. Dr. KH. Musthofa Yusuf13 November 2011 pukul 05.51

    Doa yang sering dipanjatkan Umma Nafis (Ning Nafis) dan Gus Awis pengasuh Tahfidz Hidayatul Quran Jombang, semoga al quran menjadi pedoman para siswa muslim, agar akhlaq mereka terjaga. Amin, ya allah jgn biarkan kerusakan merajalela di negeri ini, selamatkanlah generasi muda kami. Amin

    BalasHapus
  3. Dr. KH. Musthofa Yusuf13 November 2011 pukul 05.57

    Doa yang sering dipanjatkan Umma Nafis (Ning Nafis) dan Gus Awis pengasuh Asrama Tahfidz Hidayatul Quran Jombang, semoga al quran menjadi pedoman para siswa muslim, agar akhlaq mereka terjaga. Amin, ya allah jgn biarkan kerusakan merajalela di negeri ini, selamatkanlah generasi muda kami. Amin

    BalasHapus
  4. Wah bisa merusak citra negara kita nih, betul gak !

    BalasHapus
  5. MEMANG JAMAN TELAH BERUBAH
    dulu sy sekolah di SMAN IX pada thn 72-74, sy tegaskan pada jaman itu TIDAK PERNAH terjadi kasus spt yg diceritakan di atas, walaupun sy akui dari 3 SMA di Bulungan, SMA 6, 9 dan 11, yang paling nakal adalah SMA IX, pernah sekali terjadi tawuran, itupun krn diserang oleh anak-anak luar (STM), kenakalan yg terjadi bersifat individual, atau kelompok kecil (unorganized crime). Dengan digabungnya SMA IX dan XI menjadi SMA 70 diharapkan membawa kebaikan, tp fakta yg terjadi malah seperti itu. Solusinya, sebaiknya jgn hanya dgn tindakan hukum [mengeluarkan mereka yg terlibat], tapi juga perlu dikumpulkan guru-guru BP, psikolog, sosiolog, polisi, dll. untuk mendapat solusi terbaik dan bersifat menyeluruh. mengapa? krn ini sudah merupakan akar atau bibit-bibit dari kejahatan terorganisir. Kalau dicari siapa yg harus bertanggung-jawab? selain para pelaku itu, secara kelembagaan ya Kepala Sekolahnya, karena dia sebagai pendidik, sebagai pemimpin diberi wewenang untuk untuk bertindak, kalau tidak berani bertindak, ya itu artinya "the wrong person in the wrong position".

    BalasHapus
  6. jgn2 kepala sekolahny jg dpt jatah dr hasil pemalakan tersebut...hehe

    BalasHapus
  7. parah ne, bibit2 g bener

    BalasHapus
  8. inilah yang sedang saya alami.saya bingung harus kemana saya melapor karena sekolah yang bersangkutan terlihat tidak proaktif menangani masalah tersebut, bahkan pemanggilan resmi terhadap orangtuasiswa pelaku baru dilakukan ketika orangtua sikorban datang kesekolah.CERITANYA MENYERAMKAN: pd saat praktek seorang siswa mengancam anak saya mau dibakar dan ternyata benar-benar terjadi dan sekarang anak saya terbaring sakit dan sangat trauma dan menderita cacat seumur hidup.bagi saudara yg mau membantu tolong kemana saya harus melapor dan meminta perlindungan dan pertanggungjawaban

    BalasHapus
  9. Itulah Mafia Sekolah,
    Karena banyak anak pejabat (bisa jadi petinggi Polri), kepala sekolah pun tidak berkutik.
    Sebaiknya pindahkan saja anaknya daripada cacat atau tewas. Bisa mengadu ke LBH, Komnas HAM, dsb. Dokumentasikan foto dan video anak yg sakit dan cacat di blog. Sebarkan ke FB/Twitter biar semua orang tahu. Mudah2an mereka semua bisa membantu.
    Dulu ada gerakan 1 juta untuk mendukung Prita mau pun Chandra dan Bibit dan berhasil. Mudah2an itu juga berhasil.

    BalasHapus