Meski gaji anggota DPR beserta tunjangannya amat besar, mencapai Rp 46 juta/bulan, namun mereka tidak pernah puas.
Di Tempo bahkan diberitakan setiap ada rapat dengan BUMN atau lembaga lain, DPR minta lebih dari Rp 1 Milyar untuk dibagi-bagikan ke 50-an anggota komisi dengan jatah Rp 20-25 juta/orang.
Sekali Rapat, DPR Minta Lebih dari Rp 1 Miliar
TEMPO.CO, Jakarta -- Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) Ismed Hasan Putra mengungkapkan "biaya" yang harus dikeluarkan pihaknya untuk sekali rapat dengar pendapat di Dewan Perwakilan Rakyat lebih dari Rp 1 miliar. Dana sebesar itu untuk dibagikan kepada 50-an anggota komisi. Setiap anggota dijatahkan memperoleh jatah Rp 20-25 juta. "Katanya seperti itu, tapi bisa saja tidak," ujarnya kepada Tempo Senin, 29 Oktober 2012.
Cerita tentang biaya rapat itu, menurut Ismed, diperoleh dari sekretaris perusahaannya pada saat dia baru menjabat direktur utama pada Maret 2012. "Urunan untuk rapat ternyata sudah menjadi tradisi," dia menambahkan.
Saat itu, Ismed menuturkan, dia langsung membuat kebijakan tak boleh mengeluarkan dana sepeser pun untuk anggota Dewan. "Saya bilang periode saya jangan. Saya tidak akan beri berapa pun besarnya,” katanya.
Ismed juga mengaku pernah dimintai 20 ribu ton gula oleh salah seorang anggota Dewan. Alasannya, gula tersebut untuk dibagikan di daerah pemilihannya sebagai program corporate social responsibility (CSR). “Saya bilang, perusahaan merugi sebesar Rp 68,452 miliar. Tidak punya kewajiban dan tidak boleh memberikan CSR.”
Anggota Dewan itu kemudian menurunkan permintaannya menjadi 200 ton gula dan dikabulkan Ismed. "Tapi dengan syarat harus membeli dengan harga pabrik agar tetap dapat margin yang pas," tuturnya.
Cerita lain soal pungutan oleh anggota Dewan bisa dibaca di Koran Tempo.
Ketua Komisi BUMN DPR, Airlangga Hertanto, meminta Ismed tak banyak bicara. Menurut dia, Ismed tak pernah hadir rapat dengan Dewan. "Komisi tidak pernah rapat dengan dia. Jadi, dari mana dia tahu. Saya minta Ismed jangan banyak omong," ujarnya.
ALI NUR YASIN | ANGGA SUKMA WIJAYA | BERNADETTE C | FEBRIYAN
http://www.tempo.co/read/news/2012/10/30/078438513/Sekali-Rapat-DPR-Minta-Lebih-dari-Rp-1-Miliar
9 Modus Upeti ke DPR
TEMPO.CO , Jakarta:Isu upeti bagi wakil rakyat telah ada sejak dulu. Lagu lama ini nyaring kembali setelah pekan lalu Menteri Badan Usaha Milik Dahlan Iskan melapor ke Menteri Sekretaris Kabinet Dipo Alam bahwa masih ada anggota DPR yang meminta “jatah”.
Sumber-sumber Tempo membeberkan beraneka macam trik permintaan upeti dari sebagian anggota Dewan
1.Uang lelah
Supaya rapat dengar pendapat berjalan lancar, dibutuhkan dana Rp 1,5 miliar untuk “menjinakkan” anggota Dewan. Kucuran dana meningkat hingga puluhan miliar rupiah dalam rapat khusus membahas kenaikan tarif atau subsidi.
2.Uang jasa
A. Jasa anggaran
Kewenangan mengatur alokasi anggaran membuat posisi anggota Dewan rawan. Mantan anggota Badan Anggaran, Wa Ode Nurhayati, divonis enam tahun penjara karena menerima komisi Rp 6,25 miliar dalam pengaturan anggaran infrastruktur untuk tiga daerah.
B. Jasa proyek
Selain “jasa” alokasi anggaran, jasa lain yang dilakukan anggota Dewan adalah pengaturan proyek. Kasus terbaru adalah kasus suap proyek pengadaan Al-Quran yang melibatkan anggota Badan Anggaran Zulkarnaen Djabar. Ia diduga menerima suap Rp 4 miliar.
4.Uang saku
Uang saku diberikan saat pembahasan anggaran di hotel. Besarnya tergantung jumlah hari menginap. Di luar uang saku anggota Dewan juga mendapat fasilitas hotel, makan, dan bermain golf. Sebuah institusi keuangan yang baru terbentuk sukses mendapat anggaran berkat pendekatan uang saku.
5.Uang CSR
Lembaga negara diminta menanggung akomodasi dan menyediakan honor untuk anggota Dewan yang diundang ke daerah pemilihannya sendiri. Cara ini “separuh legal” karena anggaran lembaga negara itu disetujui oleh Dewan. Contohnya adalah dua orang anggota Dewan yang menjadi narasumber di daerah pemilihannya dengan biaya dari lembaga negara.
6.Dana Bantuan Sosial
Kementerian Pertanian mengaku sering mendapat proposal dan bantuan sosial dari anggota Dewan. Proposal yang diajukan biasanya berupa terusan dari kelompok tani sebagai bentuk penyampaian aspirasi daerah pemilihannya.
7.Jatah direksi
Partai politik melalui anggotanya di Senayan ditengarai sering bergerilya untuk mendudukkan orangnya sebagai direksi atau komisaris badan usaha milik negara.
8.Jatah haji
Anggota Dewan meminta jatah kuota haji yang tidak terserap. Biasanya, jatah yang diambil adalah milik jamaah yang batal berangkat. Padahal seharusnya jatah itu diberikan kepada jamaah yang masuk daftar tunggu.
9.Meminta margin
Modus lainnya adalah meminta margin (bagian keuntungan) dari subsidi kepada badan usaha milik negara. Biasanya, permintaan margin diambil dari penjualan barang subsidi.
Baca Lengkap: Koran TEMPO edisi 29 Oktober 2012
http://www.tempo.co/read/news/2012/10/29/090438258/9-Modus-Upeti-ke-DPR
Djoko Susilo Benarkan Ada Upeti untuk Senayan
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan anggota DPR periode 1999-2004 Djoko Susilo mengakui adanya praktek setoran 'jatah' di parlemen sejak lama. »Dulu jumlahnya tidak banyak, tidak segawat sekarang,” ujar politikus Partai Amanat Nasional ini saat dihubungi oleh Tempo, Selasa, 30 Oktober 2012.
Selain itu, dulu praktek jatah menjatah itu tidak dilakukan dengan kasar. »Biasanya bentuknya seperti membayari tiket pesawat dan ongkos hotel untuk anggota DPR,” ujar mantan wartawan Jawa Pos ini. Selain itu, mitra kerja komisi akan memfasilitasi anggota dewan untuk mengunjungi konstituennya di daerah pemilihan, sekaligus menyelenggarakan acara di daerah tersebut. »Bisa juga diberikan honor sebagai pembicara,” kata Djoko yang kini menjadi Duta Besar Indonesia di Swiss.
Djoko mengibaratkan praktek pemberian gratifikasi kepada anggota DPR seperti kentut. "Ada baunya, tapi sulit dibuktikan," ujar Djoko.
Bekas anggota Komisi Pertahanan ini mengklaim tak semua komisi melakukan praktek jatah-menjatah itu. »Kalau dulu istilahnya ada Komisi Mata Air dan Komisi Air Mata,” ujar dia. Komisi Mata Air, kata Djoko, merujuk pada komisi yang banyak menerima fasilitas dari para mitra kerjanya. Sebagai contoh, antara lain, Komisi BUMN.
Sedangkan Komisi Air Mata, ujar Djoko, merujuk pada komisi yang nyaris tak pernah mendapatkan fasilitas dari para mitra kerjanya. »Saya ini masuk Komisi Air Mata,” kata Djoko.
http://id.berita.yahoo.com/djoko-susilo-benarkan-ada-upeti-untuk-senayan-002356731.html
Memang pemalak di pusat (dpr) maupun daerah (dprd)
BalasHapus