Rabu, 25 Desember 2013

Tahun 2050 Jakarta Tenggelam? Cipoa dari PAM...


Nggaklah. Tiap tahun jalanan diaspal ulang alias tambah tinggi. Bangunan lama pun, jika renovasi, puingnya ditumpuk sehingga lebih tinggi dari jalan. 
Sungai2 juga mengalami pendangkalan. Harusnya endapannya dikeruk dan bisa dipakai untuk reklamasi. Jutaan pohon2 yang ditanam itu tumbuh dari kecil sebesar biji, jadi sebesar rumah bahkan lebih. Ini bisa dipakai untuk meninggikan Jakarta. 
Kalau manajemennya benar, Jakarta tak akan tenggelam. Kelihatannya ini CIPOA dari PAM agar rakyat dilarang memasang pompa air tanah sehingga PAM yang mahal (bisa Rp 500 ribu/bulan) bisa menarik keuntungan sebesar2nya dari warga DKI Jakarta. 
Jadi jangan tertipu!
Berlebihan sekali jika menyebut 96,7% air dari Jakarta berasal dari "sumbangan" tetangga. Memangnya di Jakarta tidak ada hujan? Memangnya di Jakarta tidak ada sungai? Memangnya di Jakarta tidak ada banjir? Nah air-air itu menyerap ke bumi Jakarta. Itulah sebabnya para warga Jakarta bisa memasang pompa air tanah terutama untuk wilayah Jalan Pramuka dan ke arah Selatan.

Air berasal dari Tuhan. Air merupakan kebutuhan dasar manusia. Jadi tidak boleh dikomersilkan lewat PAM dsb. Para warga tidak boleh dilarang mengambil air tanah, kemudian dipaksa berlangganan PAM yang biayanya bisa Rp 500 ribu per bulan bahkan lebih! Paling-paling yang bisa dilarang adalah jika tujuannya komersial seperti Hotel, Gedung Perkantoran, Mal, dsb. Tapi perumahan, harus bebas selama untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Hampir Separuh Wilayah Jakarta Bakal Tenggelam di 2050

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tahukah Anda, di balik limpahan air 6,5 miliar meter kubik per tahun di Jakarta, hanya 3,3 persen yang bisa dikelola. Sebanyak 96,7 persen produksi air bersih Jakarta dipenuhi dari wilayah tetangga, yaitu Waduk Ir H Djuanda yang membendung Sungai Citarum di Purwakarta, Jawa Barat, dan suplai dari Kabupaten Tangerang.
Angka ini belum termasuk air yang dicuri dari jaringan pipa seperti yang ditemukan operator PT Aetra Air pertengahan September 2013 di pertemuan Jalan Yos Sudarso dan Jalan Enggano, Jakarta Utara.
Kenyataan tersebut berdampak serius pada persoalan lingkungan. Harap maklum, separuh lebih dari 10,1 juta jiwa warga Jakarta mengonsumsi air tanah dangkal ataupun dalam. Tak hanya sektor rumah tangga, penyedotan dalam skala lebih besar dilakukan pelaku usaha, baik legal maupun ilegal.
Berdasarkan data Indonesia Water Institute, jumlah sumur pantek yang ada di Jakarta bertambah dari 3.788 tahun 2007 menjadi 4.101 tahun 2009. Adapun volume pemakaiannya mencapai 22,3 juta meter kubik tahun 2007 dan 18,9 juta meter kubik tahun 2009. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar