Minggu, 27 Januari 2008

Di Zaman Pak Harto, Kita Tak Pernah Antre Beli Minyak..

Haji Muhammad Soeharto telah meninggal. Kematiannya cukup kontroversial. Ada yang menghujat, ada juga yang memujinya. Terlebih dengan berbagai kasus korupsi para kroni-nya yang hingga kini belum tuntas. Memang banyak kebijakan yang kurang baik seperti kekerasan yang dipakai pada warga Tanjung Priok atau penggusuran tanah serta kasus korupsi KLBI/BLBI yang merugikan negara hingga sekitar Rp 640 trilyun.



Meski demikian kita harus berpikir jernih dan adil dengan menghargai jasa dan prestasinya. Apalagi dibanding dengan pemerintahan yang ada sekarang. Ada juga kebijakan Soeharto yang bagus dan layak dilanjutkan sampai sekarang seperti terjangkaunya biaya pendidikan dari SD hingga PTN, Transmigrasi, Produksi BBM yang lebih tinggi dari sekarang, dan sebagainya.


Jika kita hanya menyoroti keburukannya saja tapi tidak memperhatikan kebaikan yang telah dilakukan, maka kita akan kehilangan contoh yang baik sehingga keadaan justru lebih buruk untuk kasus-kasus tertentu..



Sebagai contoh berita dari www.riauinfo.com menyebutkan bahwa sebagian warga berkata: "Di Zaman Pak Harto, Kita Tak Pernah Antre Beli Minyak..." Yang lain berkomentar: ” kenaikan harga tidak pernah drastis seperti sekarang”.



Memang pada zaman Soeharto, boleh dikata tidak ada antrian warga yang kekurangan minyak tanah, gas, premium, dan sebagainya. Zaman Soeharto jarang-jarang ada lonjakan kenaikan harga sembako sampai lebih dari 100% hanya dalam hitungan minggu.



Pada zaman Soeharto, orang miskin masih bisa menyekolahkan anak-anaknya di Perguruan Tinggi Negeri ternama seperti UI, ITB, ITS, UGM, dan sebagainya karena biaya kuliah yang terjangkau. Sekarang saat kabinet dipegang oleh para ekonom neoliberal, PTN dikomersilkan sehingga dirubah jadi BHMN yang mencari untung. Untuk masuk UI, rakyat harus bayar Rp 25 juta hingga 75 juta lebih hanya untuk uang masuk. Di Unmul ribuan mahasiswa dilarang ujian karena tidak mampu membayar SPP yang biayanya sudah tidak terjangkau.



Di zaman Soeharto, para petani yang tidak punya tanah diberi 1-2 hektar tanah pertanian serta biaya hidup selama setahun lewat proyek transmigrasi ke Sumatera, Kalimanta, Sulawesi, dsb. Indonesia sempat swasembada beras di zaman Soeharto. Sekarang program Transmigrasi ini nyaris berhenti. Indonesia yang negara ”Agraris” saat ini justri mengimpor bahan pangan seperti kedelai, gandum, dsb dari negara “Industri” macam Amerika Serikat.



Angka kejahatan karena masalah ekonomi juga saat ini semakin meningkat. Penculikan jadi sering terjadi, belum lagi pencurian besi menara PLN, rel kereta api, atau pun kabel pesawat telpon.



Begitu juga dengan kasus stress atau bunuh diri karena ekonomi.



Walhasil dari segi kesejahteraan rakyat, zaman Soeharto lebih baik. Mungkin rakyat tertekan, tapi mereka bisa makan dan belajar dengan harga terjangkau.



Sekarang rakyat bebas bersuara, tapi mereka banyak yang harus makan nasi aking (nasi basi) atau gaplek karena harga sembako yang kian meningkat. Yang tidak sekolah/kuliah pun sekarang banyak karena PTN sudah tidak terjangkau lagi oleh rakyat. Rakyat juga harus antri dengan jerigen untuk mendapatkan minyak tanah.




 


http://news.yahoo.com/s/afp/20080128/ts_afp/indonesiapoliticssuharto




Tens of thousands bid farewell to Indonesia's Suharto



Mariani, a 53-year-old woman, said she had walked two hours to be there.



"I think Pak Harto thought of the people," she told AFP, using a respectful appellation. "Everything was cheap, now things are expensive."


 


http://cybernews.cbn.net.id/cbprtl/Cybernews/detail.aspx?x=Regional&y=Cybernews|0|0|11|631


Apa Kata Mereka


"Di Zaman Pak Harto, Kita Tak Pernah Antre Beli Minyak..."


Regional Mon, 28 Jan 2008 09:17:00 WIB



Pekanbaru - Selain ada yang memandang negatif, ternyata banyak warga memang positif masa kepemimpinan Soeharto. Ini terungkap dari hasil rekaman yang dilakukan RiauInfo tentang pendapat sejumlah warga di Pekanbarub terhadap masa kepemimpinan yang selama 32 tahun jadi presiden.



Umumnya warga menyebutkan kondisi zaman Pak Harto jadi presiden lebih baik dibandingkan zaman sekarang. Irwan (24) salah seorang warga Jalan Utama Pekanbaru mengatakan, salah satu bukti zaman Pak Harto lebih baik, inflasi tidak pernah setinggi sekarang ini. "Artinya kenaikan harga tidak pernah drastis seperti sekarang," jelas mahasiswa Fekon, Universitas Riau ini.



Pendapat yang sama juga disampaikan Ny Herawati (33) warga Jalan Sekuntum, Pekanbaru. Ibu dari 2 orang anak ini menyebutkan, zaman Pak Harto dulu mendapatkan minyak tanah sangat mudah. Tapi sekarang untuk mendapatkan minyak tanah harus antri dulu. "Dulu mana pernah antri seperti sekarang ini," ungkapnya.



Makanya, dia berpendapat hidup zaman Pak Harto lebih menyenangkan. Semua barang kebutuhan sehari-hari tersedia sepenuhnya. Tidak perlu antri untuk mendapatkannya. Begitu pula halnya dengan beras dan barang kebutuhan utama lainnya, tidak sulit mendapatkan dan harganya tidak pernah melonjak tinggi.



Pendapat Nanang (42) warga Jalan Pramuka, Rumbai, Pekanbaru, juga tak jauh berebda. Lelaki yang bekerja di sebuah perusahaan swasta ini menyebutkan stabilitas keamanan juga sangat terjamin di zaman Pak Harto. Tidak ada aksi unjuk rasa seperti sekarang ini marak terjadi. "Kita bisa hidup tenang tanpa dicekam ketakutan," tambahnya.(Ad)



Sumber: RiauInfo.com

5 komentar:

  1. Maaf, Pak Nizami

    Menurut saya, pendapat rakyat yang lugu tentang Pro Suharto tidak perlu diexpose. Walaupun saya baru 12 tahun tinggal di Pekanbaru, saya mengerti betul karakteristik Rakyat Riau, terus terang saja, mayoritas KURANG WAWASAN Ekonomi & politik.

    Menurut Dr. Syahrir (pakar Ekonomi Makro Indonesia) dalam buku terbarunya yang saya baca tahun 2001, (saya lupa judul bukunya);
    ----> Ekonomi Indonesia Collapse karena Suharto memberlakukan Ban Intervensi terhadap bank Sentral (BI), akhirnya ban intervensi itu dilepas tahun 1997 (zaman kekuasaan Suharto). Padahal, Suharto (melalui Gubernur BI) sesumbar bahwa Cadangan Devisa Indonesia masih sangat kuat. Nyatanya apa? Cadangan Devisa itu menyangkut ke kantong pribadi Kroni2 nya Suharto.

    Intinya, BI tidak independen, dan dana negara diselewengkan (Suharto menyalahi prosedur). Setelah bank Intervensi dilepas, Rp langsung melayang, mulai Level Rp 2.400, tembus angka psikologis Rp 15.000 dan akhirnya beliau mengundurkan diri dengan meninggalkan Inflasi (Kenaikan harga barang dan jasa secara menyeluruh). BELIAU MENGUNDURKAN DIRI, menurut para ekonom Indonesia adalah tidak bertanggung jawab.

    Ini pun ditegaskan Pak Faisal Basri (Ekonom Makro ekonomi) malam ini (wawancara 4 jam lalu di TV sebelum Amien Rais), bahwa di akhir masa kekuasaannya, Indonesia ambruk karena Suharto.


    Yang kasihan adalah BJ Habibie, mengapa dia mau menerima mandat dari Pak harto, di saat ekonomi Indonesia sudah hancur lebur di tangan Pak Harto (Hutang Luar Negeri telah jatuh tempo, cadangan devisa minim). Akhirnya Habibie memulihkan ekonomi Indonesia dan kepercayaan International dengan "transparansi", menurunkan Rp dari Rp 15.000 ke Rp 7,000 , menurunkan Inflasi (yaitu Deflasi), meratifikasi HAM dalam Tap MPR, Mencabut SIUPP, menghapus DOM di Aceh, mencabut Tapol & Napol, Mencabut UU Subversif INTINYA kontra dengan Suharto.

    Kemudian Prestasi Habibie dilanjutkan Gus Dur dengan Meratifikasi Ham kedalam Amandemen UUD 1945, UU Nomor 39/1999 tentang HAM, UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM, serta serta pembentukan Komisi Penyelidik
    Pelanggaran (KPP) HAM Timor Timur.

    Megawati membuat kehancuran ekonomi, terutama menjual Indosat ke Singapore. Padahal, Indosat adalah Alat Vital Komunikasi Intelijen RI.

    Sementara SBY Tidak mempunyai Visi ekonomi yang jelas sampai saat ini, tapi lumayanlah, hutang Indonesia mulai diangsur oleh SBY :) dengan mengorbankan penyaluran kredit Mikro.

    Akan sangat bijaksana kalau Pak Nizami lebih banyak mengutip pernyataan para Ekonom dan ahli hukum dibanding rakyat yang tidak mengerti apa-apa.

    Sedangkan dosen2 Ekonomi di kampus saya juga kontra Suharto, Koq Pak... :)

    Maaf, bukannya saya membuka aib Almarhum, tetapi saya wajib menyampaikan kesalahpahaman masyarakat di Forum ini, sebagai pembelajaran ekonomi dan politik.

    Jazakillah.

    Wassalam,
    C.A. Hidayat,
    Pekanbaru

    BalasHapus
  2. Rakyat mungkin tidak mengerti apa-apa. Tapi mereka merasakan dan mengalami kehidupan pada zaman Soeharto dan zaman sekarang. Mereka mengatakan apa adanya. Komentar seperti itu tidak hanya dimuat di Riau.info, tapi juga di berita Yahoo (link ada di atas).

    Saya sendiri juga mengalami hal itu. Benar pada zaman Soeharto jarang ada antrian minyak, lonjakan harga sembako hingga 100% lebih dari hitungan minggu, atau biaya kuliah di PTN yang dulu hanya Rp 200 ribu sementara sekarang untuk masuk di PTN yang sama uang masuknya Rp 25 juta hingga Rp 75 juta. Ini adalah satu fakta yang tidak dapat dibantah.

    Hingga pada saat awal tahun 1980-an memang sistem ekonomi kita sangat bagus. Ini diakui seorang ekonom di TV. Hanya ketika Soeharto mulai uzur dengan umur 70 tahun lebih maka dia jadi keliru dan menurut saja terhadap pendapat para ekonom neoliberal. Sistem moneter yang dulu dipeg dibiarkan mengambang hingga bisa dipermainkan para spekulan uang sehingga rupiah rontok hingga jadi Rp 16.700/USD. Apalagi saat Soeharto menyerah pada IMF, maka bencana mulai terjadi.

    BalasHapus
  3. Saya setuju dengan pendapat yang pertama. Pendapat rakyat banyak tidaklah mencerminkan kebenaran. Mereka mungkin hanya tahu yg baik2 saja. Mungkin kalo boleh menyederhanakan, ibaratnya kita dulu hidup di atas rumah yang pondasinya betul2 rapuh bahkan rusak. Karena untuk memperbaiki pondasi itu butuh waktu lama dan biaya besar, si empunya rumah cenderung malah memperbaiki tampilan luarnya saja - termasuk mempercantik asesori rumah. Yang tinggal di rumah senang, punya rumah kelihatan bagus dan nyaman. Ketika terjadi gempa, karena pondasi yg rapuh, rumah itu rusak parah. Untuk memperbaikinya, timbullah masalah. Ada yg pengen pindah rumah, ada yg pengen ganti pondasi, ada yg pengen rumah spt yg lama, ada yg pengen kenyamanan yg lama dsb. Karena si empunya rumah kemudian terbukti tidak punya persiapan sama sekali maka rumah itu semakin susah untuk kemabli spt sedia kala.
    Cerita spt itu mungkin bisa menjadi gambaran apa yg selama ini terjadi.
    Salam

    BalasHapus
  4. pendapat rakyat tidaklah mencerminkan kebenaran? justru itulah kebenaran. apalah artinya hak dapat bersuara sebebas-bebasnya (yg sebetulnya tidak bebas juga.. hak ini hanya dinikmati golongan tertentu) apabila tidak bisa makan dan memberi makan anak dan keluarga?

    rakyat yang lugu inilah yang harusnya kita protect dan bantu. apabila keadaan dan pemerintahan yang sekarang ini ingin dibilang berhasil, tidak usah dulu lah memikirkan ekonomi dan kemajuan apalah dari negara ini. yang paling dasar dulu saja, pondasi negara, kebutuhan dasar mansuai dan rakyat kita. sandang papan pangan. baru yang lainnya dibetulkan.

    saya sangat setuju bahwa suharto adalah our greatest leader, karena inspite of all the bad things he did, he still did a lot of good things. and that's what counts.

    BalasHapus
  5. Aman..ngk ada maling..ngk ada rampok..ngk ada konflik SARA..nyaman..tenang..tentram..ngk peduli berapa banyak hutangnya yg penting rakyat (anak) kenyang...!!!!! persetan dengan pendapat kalian yg jelas saya merasakannya...!!!! munafik orang yg ngk mengakui keberhasilan pak harto...!!! tanpa di bangunnya bendungan kedung ombo mungkin rakyat di sepanjang purwodadi-demak ngk ada yg bisa naik haji..karena sawah ngk ada aliran irigasinya...TRIMAKASIH PAK HARTO.

    BalasHapus