Di footer MetroTV dinihari 2 April 2008 saya lihat Perusahaan AS Newmont yang bergerak di bidang tambang emas menawarkan 7% sahamnya ke pemerintah Indonesia seharga US$ 426 juta. Artinya 100% saham Newmont itu dihargai US$ 6 milyar lebih atau sekitar Rp 57,2 trilyun (US$1=Rp 9.400).
Padahal berapa sih harga peralatan yang dimiliki PT Newmont? Paling beberapa excavator serta beberapa alat untuk mendulang emas. Paling nilainya tidak lebih dari Rp 1 trilyun. Teman saya saja yang menambang emas dengan keuntungan sekitar Rp 250 juta per bulan modalnya tidak sampai Rp 500 juta.
Newmont itu bisa menambang emas karena bumi Indonesia ada emasnya. Tanpa tambang emas yang notabene milik bangsa Indonesia, semahal apa pun peralatan yang dimiliki Newmont, mereka tidak akan bisa mendapat emas satu gram pun dari bumi Indonesia.
Mereka juga dapat lahan yang luas dari pemerintah Indonesia. Seandainya luas lahan tambang yang mereka miliki 300 km2 (300 juta m2), maka dengan asumsi harga tanah Rp 10.000/m2 saja mereka harusnya membayar Rp 3 trilyun ke Indonesia. Berani-beraninya mereka minta uang US$ 426 juta dari pemerintah Indonesia untuk membeli 7% sahamnya di Indonesia. Harusnya pemerintah berani menghentikan kontrak penambangan yang dilakukan Newmont di sini.
Sering orang menyebut “Transfer Teknologi” sebagai alat justifikasi untuk “Penjajahan Ekonomi” guna mengeruk tambang emas, perak, tembaga, dsb di Indonesia. Namun ratusan tahun perusahaan-perusahaan asing mengeruk kekayaan alam Indonesia, tidak pernah teknologi/perusahaan pertambangan itu jadi milik kita meski mereka telah mendapat ribuan trilyun rupiah dari bumi Indonesia. 85% hasil tambang untuk mereka (itu kalau kita tidak ditipu). Begitu emas, perak, tembaga, dsb habis, rakyat Indonesia kecele karena ditipu.
Pertambangan emas itu sudah ada ribuan tahun lalu sejak peradaban Mesir kuno. Di AS sendiri penambangan emas sudah dilakukan sejak tahun 1804 atau lebih dari 200 tahun yang lalu. Teknologi pertambangan emas itu sudah kuno. Jadi teknologi apa yang mau ditransfer? Apalagi 95% lebih pekerja dan tenaga ahlinya orang Indonesia sendiri (tenaga asing paling cuma level direktur atau manager).
Teknologi Nuklir yang jauh lebih canggih serta merupakan teknologi abad 20 bisa dikuasai dan dioperasikan sendiri oleh bangsa Indonesia. Contohnya Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Kartini. Karena tidak ada banyak uang di situ, perusahaan AS enggan masuk untuk “mengelola” dan melakukan “Transfer Teknologi” Akibatnya Indonesia menguasai teknologi Nuklir itu dan menjalankannya sendiri.
Teknologi pesawat terbang juga lebih sulit dan merupakan teknologi abad 20. Toh karena tidak ada duit di situ, perusahaan AS juga malas untuk masuk. Akibatnya seluruh maskapai penerbangan di Indonesia dikelola oleh bangsa Indonesia sendiri. Pilot-pilot pengemudinya juga boleh dikata semua orang Indonesia. Bahkan IPTN sanggup membuat pesawat sendiri.
Di TV saya juga melihat pelajar dan siswa Indonesia sudah bisa membuat robot baik yang berbentuk manusia mau pun robot cartesian yang biasa digunakan di pabrik.
Sudah saatnya pemerintah Indonesia melepaskan diri dari tekanan pemerintah AS yang memaksakan agar perusahaan-perusahaan AS seperti Newmont dan Freeport bisa menguras kekayaan alam Indonesia. Serahkan tambang-tambang emas ke perusahaan-perusahaan Indonesia atau minimal ke penambang-penambang tradisional.
Meski Indonesia sudah merdeka, namun kekayaan alam kita masih dikuras oleh perusahaan-perusahaan asing sehingga kekayaan alam seperti emas, perak, tembaga, migas yang seharusnya untuk rakyat, justru masuk ke kantong perusahaan-perusahaan asing. Hanya segelintir pejabat dan ekonom yang KKN dengan perusahaan asing tersebut yang mendapat sisa receh dari hasil penambangan kekayaan alam di negeri kita untuk melestarikan pengurasan kekayaan alam oleh perusahaan-perusahaan asing tersebut. Indonesia masih dijajah secara ekonomi oleh AS.
Dengan kekayaan alam yang dimilik, seharusnya rakyat Indonesia makmur. Karena penjajahan ekonomilah mereka jadi melarat seperti sekarang ini.
Nabi Muhammad SAW bersabda: ”Manusia berserikat dalam tiga hal yaitu air, rumput, dan api. (HR Imam Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah). Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa sumber daya alam dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Sayang pasal ini diamandemen oleh kelompok ekonom Neoliberalis. Kalau pada paham komunis bahkan lebih ekstrim lagi, bukan hanya 3 hal tersebut yang jadi milik bersama, tapi hampir semua oleh negara.
Tapi minimal jika 3 hal, yaitu air, rumput (lahan pertanian/perkebunan/pertambangan), dan api (energi) jadi milik bersama, dikelola bersama, dan hasilnya dinikmati bersama, maka kemakmuran akan terjadi. Pada saat itulah Islam benar-benar jadi Rahmatan Lil ’Alaamin. Rahmat bagi semesta alam.
Tapi kalau prinsip Islam tersebut tidak dipakai, yang dipakai justru paham lain seperti paham Ekonomi Neoliberalisme dari AS, maka yang makmur hanyalah segelintir pemilik modal (kapitalis) sementara mayoritas rakyat hidup miskin.
Meski hadits di atas kurang populer, tapi sangat penting bagi kemakmuran rakyat. Para ulama, ekonom Islam harus memperjuangkan ini. Bukan cuma masalah sholat, puasa, haji saja. Bahkan harusnya kepemilikan bersama atas air, tanah, dan api itu harus diperjuangkan oleh seluruh bangsa Indonesia jika ingin tercipta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar