Turunnya nilai dollar pada Maret-April 2008 dari 1,54US$ menjadi 1,6US$/Euro
Di TV Trans 7 diberitakan Indef menyuruh pemerintah menaikan harga Premium. Begitu pula KADIN. Padahal hingga saat ini pemerintah belum ingin menaikan harga BBM tersebut.
Pernyataan Indef dan juga KADIN jelas sangat bertentangan dengan keinginan sebagian besar rakyat Indonesia yang tidak ingin harga BBM naik. Apalagi rakyat sudah didera dengan berbagai kenaikan harga pangan. Pernyataan mereka sangat tidak manusiawi. Para pengusaha pun sebagian besar pasti tidak menyetujuinya.
Sesungguhnya meski harga minyak naik sampai US$ 200/barrel pun Indonesia masih tetap untung karena produksi minyak domestik Indonesia jauh lebih besar dari impor. Lihat perhitungan dan simulasinya di:
http://agusnizami.wordpress.com/2007/11/08/simulasi-harga-minyak-dengan-transaksi-minyak-indonesia
Saran Indef dan KADIN itu justru sangat berbahaya bagi perekonomian Indonesia. Harga berbagai barang akan semakin naik. Makin banyak rakyat miskin di Indonesia. Subsidi yang harus diberikan pemerintah harus bertambah, sementara pendapatan pajak yang rp 500 trilyun akan berkurang.
Apalagi naiknya harga minyak terhadap dollar dari awalnya US$20/barrel hingga US$ 117/barrel selain akibat monopoli perusahaan minyak dunia atas minyak pasca dikuasainya Afghanistan dan Iraq oleh AS dan sekutunya serta spekulasi pemain bursa komoditas, juga akibat turunnya nilai dollar. Ahmadinejad presiden Iran berkata bahwa harga minyak sebesar US$ 115/barrel masih terlalu murah bukan karena harga minyak naik. Tapi karena nilai dollar turun akibat pemerintah AS mencetak dollar terlalu banyak untuk menutupi pengeluaran perang. Menurut Stiglits biaya perang AS mencapai US$ 3 trilyun (Rp 27 ribu trilyun lebih).
Dan memang dalam sebulan saja dollar AS melemah dari !,54 US$/Euro menjadi 1,6 US$/Euro.
Banyak solusi lain yang bisa diterapkan untuk mengatasi kenaikan harga minyak terhadap nilai dollar. Pertama pemerintah harus memikirkan pembelian minyak dengan valuta asing yang kuat seperti Euro dan Yen. Coba negosiasi ke Iran untuk membeli minyak dengan harga murah. Jangan beli di bursa komoditas NYMEX yang harganya sudah dipermainkan spekulan pasar.
Kemudian pemerintah bisa menambah produksi minyak yang sekarang tinggal 977.000 bph menjadi minimal 1,1 juta bph (dulu mencapai 1,3 juta bph). Caranya dengan memberi pinjaman Rp 20 trilyun kepada UKM yang dibimbing perusahaan minyak besar seperti Pertamina, Medco, dan Elnusa untuk menghidupkan sumur-sumur minyak tua yang saat ini ditelantarkan. Dari mana uang tersebut? Subsidi pemerintah sebesar Rp 60 trilyun lebih untuk bunga SBI dan ORI sebagian bisa dialihkan untuk pinjaman tersebut.
Lalu pemerintah bisa melarang pemakai kendaraan pribadi untuk membeli premium. Jika mereka beli, bayar dengan harga non subsidi. Harga subsidi hanya untuk kendaraan plat kuning serta bis dan truk pengangkut barang/sembako.
Pemerintah juga bisa menaikan pajak STNK bagi kendaraan-kendaraan mewah serta bea masuk impor bagi mobil mewah.
Jadi banyak solusi yang dapat diambil ketimbang menaikan harga premium.
saya sebagai masyarakat biasa dan yg merasakan pahit getirnya kehidupan. kalau mengingat harga minyak dunia semakin naik, sudah sewajarnya pemerintah menaikan harga BBM, Kenapa saya setuju dan Mendukung langkah pemerintah
BalasHapus1. Beban pemerintah untuk mensubsidi BBM terlalu tinggi (200 triliun lebih) , siapa yang menikmati subsidi itu? jawabanya adalah: ORANG KAYA; (Merekalah yang mempunyai mobil-mobil mewah) pantaskah orang yang mempunyai mobil disubsidi?
2. Adanya penyelundupan BBM karena harga harga BBM di dalam negeri terlalu murah; ini banyak yang dimafaatkan para bandit-bandit bahkan ada pihak pertamina yang menjual ke malaysia, singapura dan kapal asing dilepas pantai dengan harga lebih tinggi.
Sedangkan yang perlu disubsidi sebenarnya adalah:
1.Para pengusaha armada dan angkutan; supaya biaya transportasi tidak ikut dinaikan.
2. Orang miskin ditanggung oleh negara
sekarang ini banyak orang baik pengamat, politisi, partai politik banyak yang ngomong seakan-akan pro rakyat dengan menolak kenaikan BBM---itu semata-mata hanya untuk kepentingan kelompok dan dirinya sendiri --ingat 2009 kan sudah dekat.
Sebetulnya tidak ada subsidi BBM. Dengan harga premium Rp 4.500/liter pemerintah sudah untung Rp 165 trilyun per tahun karena produksi minyak dalam negeri lebih dari 80% konsumsi dan biayanya di bawah US$ 15/barrel. Silahkan baca detailnya di:
BalasHapushttp://infoindonesia.wordpress.com/2008/05/12/download-file-presentasi-tak-ada-subsidi-bbm-gratis
Rencana pemerintah untuk menaikan harga BBM tak lepas dari sistem Ekonomi Neoliberalis yang dipakai ekonom di kabinet SBY. Harga harus mengikuti pasar internasional. Tak peduli penghasilan rakyat kita lebih rendah dari Malaysia, Singapura, Jepang, atau AS.
Harga BBM kita tidak terlalu murah. Di Venezuela harganya hanya Rp 460/liter, di Saudi Arabia Rp 1.104/liter, di Nigeria Rp 920/liter, di Iran Rp 828/liter, di Mesir Rp 2.300/liter, dan di Malaysia Rp 4.876/liter. Rata-rata pendapatan per kapita di negara-negara tersebut lebih tinggi dari kita. Sebagai contoh Malaysia sekitar 4 kali lipat dari negara kita.
Pendapatan rakyat Malaysia 4 kali pendapatan kita sementara Singapura 25 kali lipat. Kalau harga disamakan dengan alasan agar tidak terjadi penyelundupan rakyat kita bisa mati kelaparan tidak mampu beli harga barang. Untuk apa ada bea cukai, polisi, dan angkatan laut?
Orang naik pesawat saja bisa dicek apa bawa barang terlarang apa tidak masak polisi tidak bisa memeriksa kapal tanker atau tongkang yang ke Malaysia atau Singapura.
Pada kenaikan BBM tahun 2005 sebesar 125%, BLT hanya berjalan 1 tahun. Setelah itu tidak ada lagi. Apalagi kalau naiknya cuma 30%! Sementara harga pangan naik. Minyak goreng naik dari RP 4.000/kg jadi Rp 16.000/kg. Akibatnya 5 juta Balita kena busung lapar. Banyak korban tewas karena kelaparan termasuk keluarga Basse di Makassar tempat Wapres kita Jusuf Kalla yang bersemangat menaikkan harga BBM.
Tidak semua BBM dinikmati orang kaya. Coba anda lihat di jalan, berapa sih mobil mewah yang ada? Tidak sampai 5%. Mayoritas adalah sepeda motor, mobil bis, metromini, mikrolet, bajaj, penumpang angkutan umum, dsb. Mayoritas justru orang miskin. Bahkan nelayan dan petani pun tergantung BBM. Jika BBM naik, maka harga pupuk, pestisida, pangan, dsb akan naik sebab semua didistribusikan pakai BBM (mobil) bukan digemblok jalan kaki.
BBM naik sampai Rp 100 ribu/liter pun orang kaya macam Bakrie yang hartanya sampai Rp 50 trilyun atau Kalla yang ratusan milyar tetap akan mampu beli. Sebaliknya bagi orang miskin naik sebesar rp 1.000 saja per liter sudah berarti karena mereka sudah kekurangan.
Saya biasa naik angkutan umum. Sejak BBM dinaikkan, tarif bis naik dari Rp 1.000 hingga jadi Rp 2.000 sekali naik. Makanan naik dari Rp 5.000 jadi Rp 6.000. Jadi kenaikan BBM akan menyengsarakan rakyat.
Jika pemerintah ingin menarik uang dari orang kaya, naikan saja pajak mobil mewah hingga 10%. Atau mobil mewah dilarang beli Premium. Harus beli Pertamax Plus. Kenakan PPN 20% untuk Pertamax.
Pemerintah juga bisa mengenakan Pajak Ekspor untuk hasil kebun, hutan, dan tambang sebesar 30%. Tapi dengan cara ini pemerintah akan berhadapan dengan pengusaha perkebunan dan migas seperti Aburizal Bakrie, Sukanto Tanoto, dan perusahaan migas Internasional. Beranikah pemerintah?
Jika pemerintah tak mampu memberi harga BBM yang terjangkau untuk rakyat di ribuan SPBU, maka pemerintah pasti tidak akan sanggup memberi bantuan langsung ke puluhan juta rakyat.
Saya orang biasa. Bukan orang kaya. Saya tidak termasuk anggota parpol, dsb. Tapi kenaikan BBM itu jelas merugikan saya dan juga rakyat kecil lainnya. Silahkan tanya ibu2 di pasar.
Justru kenaikan harga BBM ini untuk kepentingan perusahaan minyak asing yang mengelola 90% minyak di Indonesia. Bukan tidak mungkin uang yang didapat akan mengalir juga ke parpol2 tersebut meski dengan cara menyengsarakan rakyat.
INI TENTANG BAGAIMANA HARGA bbm SEBENARNYA,, SAYA YAKIN PEMERINTAH TAKUT MENAIKKAN HARGA bbm,, SEBAB MENGANDUNG RESIKO DILENGSER,,,,THANX,,,,,, KALO SAYA SETUJU SUBSIDI NOL,,
BalasHapus