Rabu, 18 Juni 2008

Download Revisi File Presentasi “Tak Ada Subsidi BBM” dan Penjajahan Kompeni


Secara matematis memang dengan jumlah konsumsi minyak 1,2 juta bph (barrel/hari), produksi 1 juta bph, dan impor 0,2 juta bph dengan biaya produksi US$ 15/barrel, harga jual US$ 77/barrel dan harga minyak Internasional US$ 125/barrel Indonesia harusnya untung US$ 49,4 juta per hari atau Rp 165,8 Trilyun/tahun(1 barrel=159 liter dan 1 US$ = Rp 9.200). Anda juga bisa menghitung sendiri dengan spreadsheet/kalkulator anda.



Tapi pernyataan rugi pemerintah bisa jadi satu kebenaran/bukan kebohongan karena “Cost Recovery” tahun 2008 untuk produksi sekitar 1 juta bph besarnya menurut LMND Rp 74 trilyun ditambah bagi hasil 15%. Deputi Operasi Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Dodi Hidayat mengungkapkan bahwa bagi hasil berikut cost recovery bisa mencapai 60:40.


Jika ini benar, pada produksi 1 juta bph dan harga minyak US$ 125/barrel Indonesia memberi operator asing sebesar Rp 167 Trilyun setiap tahun! Atau US$ 50/barrel. Padahal ongkos pompa minyak yang wajar hanya US$ 4/barrel. Artinya Indonesia dirugikan sebesar Rp 154 trilyun/tahun karena bagi hasil yang tidak wajar. Meski menurut beberapa pengamat seperti Revrisond Baswir dan Amien Rais Indonesia tetap menikmati keuntungan meski harga minyak naik.




Selain itu sistem Ekonomi Neoliberal memandang adanya "OPPORTUNITY COST" . Sehingga meski eksportir penuh pun tetap dihitung "OPPORTUNITY COST" yang hilang sebagai "SUBSIDI"



Jadi kalau production cost hanya US$ 15/barrel dan harga jual US$ 80/barrel, meski menurut kita itu sudah untung sebesar US$ 65/barrel, tapi menurut para Neoliberalis tetap rugi jika harga pasar US$ 150/barrel.



Menurut mereka negara rugi US$ 70/barrel. Menurut mereka negara "mensubsidi" rakyat sebesar US$ 70/barrel. Beban APBN terlalu berat.



Menurut mereka harga minyak harus sama dengan harga pasar di New York meski UMR Jakarta (Rp 972 ribu/bulan) dengan UMR New York (US$ 7,15/jam atau Rp 11 juta/bulan) berbeda jauh. UMR mereka 1.100% lebih tinggi.


Saya coba muat perhitungan kedua versi yang berlawanan dan mencoba menganalisa mengapa Indonesia yang harusnya untung Rp 165 trilyun lebih menurut versi pertama, kok justru rugi sampai Rp 128 trilyun menurut versi yang lain?



Sebagian data dan asumsi saya ambil dari US Energy Information Administration dan California State Energy Commission. Saya meyakini validitasnya karena 90% minyak Indonesia justru dikelola perusahaan asing yang mayoritas justru dari AS.



Antara seharusnya untung dan akhirnya justru jadi rugi mungkin ada faktor X. Kita harus mencari faktor X yang merugikan. Jika kita bisa mengurangi bahkan menghilangkan faktor X ini, bisa jadi rakyat Indonesia bisa makmur.



Jika kita tahu penyebabnya dan bisa mencari solusinya, maka ini bisa menyelamatkan 5 juta anak Indonesia yang saat ini sedang kurang gizi/kelaparan dari jurang kemiskinan.



Silahkan dibaca dan dipelajari jika perlu diperbaiki jika ada kesalahan.



File Presentasi dan Simulasi bisa didownload di:



http://www.mediafire.com/?5fl5lwyyyez



File Simulasi dengan 3 versi bisa didownload di:


http://www.mediafire.com/?jez4ynm4vzt



Jika kita tak mampu membantu orang miskin, jangan sengsarakan mereka.




Referensi:


http://www.suarapembaruan.com/News/2007/11/10/Utama/ut01.htm


Secara terpisah, Deputi Operasi Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Dodi Hidayat mengungkapkan, produksi minyak Indonesia bukan sepenuhnya milik pemerintah RI, tetapi masih harus dibagi dengan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang mengelola lapangan minyak. Skema bagi hasil sebesar 85 persen untuk pemerintah dan 15 persen untuk KKKS.



Namun, porsi 85:15 itu bukan hasil produksi kotor, tetapi produksi minyak bersih. Artinya nilai produksi masih dikurangi sejumlah pengeluaran seperti biaya eksploitasi, pajak, dan royalti. Sehingga secara neto, bagi hasil bisa menjadi 60:40.

22 komentar:

  1. X, ini faktor eks atau faktor kali Pak.

    bbm, bagi sebaian orang
    menyengsarakan

    bagi orang kelas atas
    no problem

    salam

    BalasHapus
  2. Pak Nizami, ini saya mencuplik hitung2an lain. Semoga bisa menjadi bahan diskusi. Lebih lengkapnya bisa dilihat di http://io.ppi-jepang.org/article.php?id=102

    "Jadi dana penyediaan BBM dalam setahun adalah sebesar 13.827.229.300US$ atau setara dengan Rp. 138 triliun rupiah. Dengan asumsi 1 barel=159 liter (1 barrelbervariasi antara 120 hingga 159 liters.www.answer.com) maka harga jual rata-rata BBM adalah sebesar Rp 2.360/liter (harga jual break-even point). Tetapi konsekuensi dari kebijakan mengasumsikan minyak milik pemerintah pusat 0US$ berarti pos penerimaan minyak di APBN tidak ada dan hal ini akan menurunkan/menghilangkan jumlah penerimaan negara sebesar Rp. 120 triliun dan semakin memperbesar defisit APBN.

    Tetapi jika harga minyak bagian pemerintah pusat dianggap sebagai penerimaan negara dan dihargai sesuai dengan harga asumsi APBN maka biaya penyediaan BBM Rp.230 triliun rupiah dan harga jual rata-rata BBM adalah sebesar Rp. 3920/liter. Dengan mengasumsikan minyak milik pemerintah pusat dianggap sebagai penerimaan negara maka terdapat pos penerimaan minyak di APBN, terjadi peningkatan penerimaan APBN dan defisit anggaran menurun. Dengan mengasumsikan harga minyak mengikuti harga dunia sebesar 60US$/barel maka dana penyediaan BBM adalah sebesar Rp. 266 triliun dan harga jual rata-rata BBM adalah sebesar Rp. 4.530/liter.

    Kenaikan asumsi harga minyak akan memberatkan APBN, selain itu kenaikan harga BBM akan meningkatkan penerimaan pemerintah pusat. Konsekuensi kenaikan penerimaan dalam APBN maka pemerintah pusat harus meningkatkan Dana Bagi Hasil baik dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) maupun Dana Bagi Hasil Minyak (DBHM) kepada daerah. Sedangkan disisi lain kenaikan harga minyak akan meningkatkan dana penyediaan harga BBM. Dari perhitungan sederhana diatas terlihat penentuan harga BBM sangat tergantung terhadap asumsi harga BBM dan asumsi apakah penerimaan minyak dianggap sebagai penerimaan negara atau bukan"

    BalasHapus
  3. Sedikit tambahan,hitungan tekhnis dari geolog ex Pertamina, tentang biaya lifting BBM, dapat dilihat di
    http://rovicky.wordpress.com/2008/05/19/cerita-subsidi-bbm-dari-dari-ex-pegawai-pertamina/

    BalasHapus
  4. Green energy...Atau...energi kayu bakar...yoooooooook..
    Minyak lagi...minyak yang mahal..polisi yang main kasar di UNAS. Apa hubungannya ya? Polisinya 'ga dapat bensin kali.

    BalasHapus
  5. baca blogku yo..menyegarkan http://marsadanauli.wordpress.com

    BalasHapus
  6. yah, faktor CR sangat mempengaruhi. berhubung harga minyak melambung tinggi, harga-harga peralatan dan perlengkapan (equipments and supplies) terkait tambang juga ikut-ikutan naik. ini jarang diperhitungkan oleh analis.

    saya pernah ada ide seru ala orde lama: menteri keuangan dilelang, siapa berani langsung dikasih begitu saja. targetnya: bisa menstabilkan ekonomi dalam sekian waktu. tapi kalau gagal hukumannya: penggal kepala...

    nb: link File Presentasi dan Simulasi ada masalah sedikit, link-nya balik ke http://www.infoindonesia.wordpress.com/ (meski alamat link tertulisnya benar)

    BalasHapus
  7. Itu Faktor X (Eks) yang harus kita cari pak Ilyas.
    Sepertinya Cost Recovery dan bagi hasil untuk perusahaan asing terlampau besar hingga Indonesia rugi sampai US$ 154 trilyun/tahun dibanding jika kita kerjasama dengan kontrak bisnis yang wajar.

    Secara perlahan akan saya cari terus data yang lebih akurat dan update sebagai contoh:
    ==
    http://www.suarapembaruan.com/News/2007/11/10/Utama/ut01.htm

    Secara terpisah, Deputi Operasi Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Dodi Hidayat mengungkapkan, produksi minyak Indonesia bukan sepenuhnya milik pemerintah RI, tetapi masih harus dibagi dengan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang mengelola lapangan minyak. Skema bagi hasil sebesar 85 persen untuk pemerintah dan 15 persen untuk KKKS.

    Namun, porsi 85:15 itu bukan hasil produksi kotor, tetapi produksi minyak bersih. Artinya nilai produksi masih dikurangi sejumlah pengeluaran seperti biaya eksploitasi, pajak, dan royalti. Sehingga secara neto, bagi hasil bisa menjadi 60:40.

    BalasHapus
  8. Gawat hitungan anda salah dan menyesatkan bahkan kurang besar dibanding temuan Panja DPR RI 2007 anda msti lht modul hasil riset LP3S karya Pri Agung.

    Disitu saja hasil Panja DPR RI 2007 laba kotor mencapai 320 Triliun
    dan pemasukan bagi negara data penerimaan APBN 2007 hanya 46,3% yaitu sebesar 148,2 Triliun karena banyak yang hilang oleh Cost Recovery pihak asing sebesar 93,2 Triliun dsb.

    Kebijakan yang selama ini ditempuh pemerintah untuk meningkatkan produksi dan cadangan adalah dengan memberikan insentif-insentif dalam pengusahaan migas kepada kontraktor bagi hasil/KPS (sekarang istilahnya adalah Kontraktor Kontrak Kerja Sama, KKKS).

    Banyak hal yang sangat terjadi dengan perubahan bagi hasil dan cost recovery dll.yang dapat dikategorikan merugikan negara.

    BEBERAPA INSENTIF UTAMA TERSEBUT
    Perubahan pola bagi hasil migas, dari 85:15, 70:30, 65:35, 51:49, hingga 0:100.
    Perubahan batasan Cost Recovery, dari 40%, 100%, hingga 120%.

    Penambahan komponen-komponen yang dimasukkan ke dalam Cost Recovery.
    Peniadaan kewajiban menyediakan/menjual minyak untuk keperluan dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO Holiday) untuk kategori minyak tertentu dan untuk jangka waktu tertentu.
    Perubahan DMO Fee yang dibayarkan pemerintah kepada kontraktor.
    Diberikannya Investment Credit bagi barang capital (production facilities).
    Insentif-insentif tersebut diberikan melalui sistim bagi hasil (PSC) yang diberlakukan.

    BalasHapus
  9. Tetapi sudahlah yang penting kita semua di forum ini telah sepakat bahwa ancaman Neoliberalisme sektor migas kita bukan main-main bahkan ditandai lebih gencar pada masa reformasi saat ini (ditunggangi).Didalam RAPBN-P harga minyak mentah internasional (?) dan produksi minyak kita keduanya merupakan acuan dan indikator resmi penyusunan anggaran negara melalui GDP. Ini artinya membuka peluang investor asing dan rentan terhadap gejolak. Kenaikan harga BBM yang kini jadi polemik sebetulnya masih dapat diatasi dengan berbagai solusi alternatif.

    Nasionalisasi asset juga tidak mudah artinya membutuhkan modal yang besar dan alih tekhnologi serta SDM yang kuat dari dalam. Dengan bantuan pinjaman luar negeri jelas tidak mungkin apalagi Bank Dunia, WTO,
    IMF memberikan syarat yang berat yaitu cabut subsidi, melakukan privatisasi serta liberalisasi. Bahkan kita harusnya meminta hapuskan hutang dari mereka karena hal itu, disamping oleh sebab membiarkan bantuan tersebut bocor dan penyelewengan yang terjadi dimasa lalu.Dan sebab migas kita ditangan pihak asing.

    Masalah nasionalisasi kini sangat mendesak jika kita tidak ingin bernasib sama seperti Bolivia mati didalam lumbung padinya sendiri. Ini artinya merubah kebijakn dan melakukan percepatan untuk melakukan banyak hal yang tidak dengan mudah seperti membalikan telapak tangan.

    Pembatalan kontrak saja mungkin akan mengakibatkan pemerintah dapat dituntut melalui jalur hukum baik di dalam maupun didunia internasional. Bagi hasil yang selama ini dirasakan kurang adil menurut saya karena politik migas kita memang lemah dan sarat keterpaksaan mengikuti kemauan kontraktor asing dan pemilik modal asing, demi capaian memenuhi target kebutuhan dan cadangan dalam negeri yang nyatanya malah kurang maksimal ditangani oleh mereka (Sbr LP3S)

    Pengambil alihan secara paksa melalui regulasi hukum baru mungkin perlu, tetapi kita tentu akan dikecam sama seperti Evo Morales yang dihabisi oleh banyak negara. Pun demikian sebagai spirit awal ini harus kita lakukan untuk meningkatkan daya tawar kita.

    Mengenai temuan baru migas mestinya pertamina lebih gencar dibanding pihak asing bukannya malah melempem dan tidak bersemangat. Baru-baru ini sudah ada yang ditemukan termasuk didaerah saya dan kita berharap ini tidak diambil alih oleh pihak asing.

    Saya yakin SDA - Migas kita lebih besar dari negara di timur tengah jika saja pemerintah membuat perencanaan yang matang untuk kemakmuran rakyatIndonesia. Semoga

    BalasHapus
  10. Mengenai kalkulasi juga logika argumentasi KKG (Kwik Kian Gie) dan anda serta pakar-pakar, bagaimanapun merupakan temuan baru bagi masyarakat SAYA cukup SALUT untuk semuanya yang telah meluangkan waktu untuk berfikir keras dan cerdas bagi negara. Semoga dimasa pemerintahan mendatang, jika kita tidak ingin kita semuanya berharap pada saat ini, kita dapat memliki ruang untuk berdialog dan berdiskusi merumuskan kearah mana negara ini berpijak.

    Semoga

    BalasHapus
  11. [...] Juni 6, 2008 Hitung-hitungan Subsidi BBM Posted by mzuhri under General | Tag: BBM subsidi |   Harga BBM baru saja naik, dengan kenaikan sekitar 30%. Bensin dari Rp 4500/liter menjadi Rp 6000/liter. Banyak yang memprotes kenaikan BBM ini. Dan banyak pula yang membuat teori tentang perhitungan subsidi BBM, misalnya Kwik Kian Gie dan Agus Nizami. [...]

    BalasHapus
  12. [...] Top Posts Download File Presentasi Solusi Hemat BBM, Listrik, dan Energi TerbaruiKemiskinan Akibat Kenaikan Harga BBMSepeda dan Mobil Listrik: Solusi Murah Penghematan BBMPerbandingan Harga Bensin Di Seluruh DuniaKwik Kian Gie: Istilah Subsidi BBM Menyesatkan. Mengapa Dipakai Untuk Menaikkan Harga Lagi??Dari Sabang Sampai Merauke Rakyat Indonesia Mati Kelaparan....SMU Mana yang Banyak Preman dan Sering Tawuran?Download File Presentasi "Tak Ada Subsidi BBM!" GratisUniversitas Mana yang Baik dan Murah?Download Revisi File Presentasi “Tak Ada Subsidi BBM” dan Penjajahan Kompeni [...]

    BalasHapus
  13. Untuk Nasionalisasi menurut saya bisa. Toh Evo Morales dari Bolivia yang jumlah penduduknya hanya 9 juta jiwa mampu menasionalisasi perusahaan migas di sana sehingga rakyat Bolivia yang dulu melarat karena migas mereka dinikmati oleh asing sekarang makmur sejahtera.

    Untuk dana, dari perhitungan di atas saja sebetulnya kita harusnya dapat lebih dari Rp 154 trilyun per tahun. Itu cukup untuk membuat 3 perusahaan minyak besar. Kontrak perusahaan migas asing jangan diperpanjang, toh itu migas milik kita. Suruh mereka membongkar peralatan pompanya atau menjual ke Indonesia seharga Rp 30 trilyun untuk setiap perusahaan.

    95% dari pekerja di Chevron, Exxon, BP itu adalah orang2 Indonesia. Ex-pat paling cuma di level managerial. Indonesia sudah mengelola Pembangkit Tenaga Listrik Nuklir yang lebih canggih sejak tahun 1964 (AS tidak mau campur karena tidak ada uang di sini). Jadi secara SDM kita mampu.

    BalasHapus
  14. [...] Download Revisi File Presentasi “Tak Ada Subsidi BBM” dan Penjajahan Kompeni Diarsipkan di bawah: BBM, Download, Ekonomi, Sumber Daya Alam — nizaminz @ 2:17 am Tags: Download, Penjajahan Ekonomi, Subsidi BBM [...]

    BalasHapus
  15. Pak Nizami
    Ada beberapa yang mau saya tambahkan
    1. Karena keterbatasan kapasitas kilang minyak indonesia maka indonesia harus mengimpor bbnm dan minyak mentah indonesia sebagian di ekspor. Keterbatasan ini dikarenakan :
    a. Kilang minyak indonesia sudah tua belum ada investasi baru untuk buat kilang baru
    b. Beberapa kilang minyak hanya mampu mengolah minyak mentah untuk minyak dari timur tengah saja. (Minyak indonesia jenis light crude, dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dari timteng)Minyak dari timteng ini biasaya dijadikan produk turunan non bbm.

    AKibat keterbatasan kilang tersebut maka Indonesia harus mengimpor BBM yang harganya lebih tinggi dari minyak mentah. Kalo di Pertamina bersih dari korupsi sejak dulu,mungkin kita akan punya lebih banyak kilang lagi dan dapat eksplorasi sendiri

    Sebenarnya kalo indonesia tidak ada pembayaran bunga utang sebesar +- 85Triliun per tahunnya maka APBN aman walaupun harus mensubsidi BBM

    Mohon pak nizami memasukkan faktor kapasitas kilang dan faktor2 lainnya untuk melakukan perhitungan2 agar lebih kuat alasannya. Bila perlu data tambahan saya memilikinya.

    Tks
    Indra

    BalasHapus
  16. Pak Indra, dengan produksi minyak 1 juta barrel per hari (bph), maka setahun ada 365 juta bph. Jika dijual seharga Rp 4.500/liter (US$ 77/barrel) dan biaya US$ 15/barrel, untuk produksi minyak dalam negeri saja Indonesia mendapatkan US$ 28,1 milyar atau Rp 258,5 Trilyun. Keuntungan yang didapat Rp 208 Trilyun.

    Dengan uang sebesar itu, Indonesia bisa membuat 2 kilang minyak seharga @ Rp 50 trilyun dengan masih menyisakan uang Rp 108 trilyun. Jika itu dilakukan, Indonesia tidak perlu menjual minyak mentah, kemudian mengimpor lagi minyak yang sudah disuling. Ini merugikan Indonesia karena harus mengeluarkan uang untuk transport dan juga komisi bagi para mafia minyak yang jadi broker ekspor/impor minyak.

    Saya lihat ada keanehan. Singapura dengan penduduk hanya 3 juta, tidak punya sumber minyak, dan konsumsi minyak hanya 763 ribu bph ternyata punya 3 pengilangan yang mampu mengilang 1,3 juta bph minyak.
    http://www.eia.doe.gov/emeu/cabs/Singapore/Oil.html

    Sebaliknya Indonesia dengan penduduk 220 juta jiwa, menghasilkan 1 juta bph minyak, ternyata hanya punya 8 kilang minyak dengan kapasitas 993 ribu bph:
    http://www.eia.doe.gov/emeu/cabs/Indonesia/Oil.html
    According to OGJ, as of January 2007, Indonesia had 992,745 bbl/d of refining capacity at 8 facilities, all of which are operated by PT Pertamina.
    http://www.eia.doe.gov/emeu/cabs/Indonesia/Profile.html

    jadi Indonesia seharusnya untung. Kalau ada kebijakan yang merugikan, misalnya tidak membangun cukup kilang minyak, maka kebijakan itulah yang harus dikoreksi.

    BTW, saya mendukung Hak Angket DPR tentang BBM sehingga semua data tentang BBM (jumlah produksi, konsumsi, biaya, dsb) bisa dibongkar dengan benar.

    BalasHapus
  17. Pak Nizami,
    mungkin ini juga akibat kebijakan masa lalu ya pak.
    Seperti yang saya tulis :
    "Akibat keterbatasan kilang tersebut maka Indonesia harus mengimpor BBM yang harganya lebih tinggi dari minyak mentah. Kalo di Pertamina bersih dari korupsi sejak dulu,mungkin kita akan punya lebih banyak kilang lagi dan dapat eksplorasi sendiri". Andai,sekali lagi andai :) pertamina bebas korupsi dari dulu maka kebutuhan kilang kita dapat terpenuhi, dan pertamina mampu mengekplorasi lebih banyak lagi yang menjadi bagian dari indonesia sehingga mampu mencukupi kebutuhan domestik. Karena dari data arus minyak tahun 2005 (punya data per tahun 2007?) lifting crude oil indonesia sebesar 1.125 barel/hari. Namun yang menjadi bagian dari pertamina hanya 119 barel/hari, kontraktor sebesar 443 barel/hari dan bagian pemerintah sebesar 563 barel/hari. Ada hal yang menarik mengenai besarnya subsidi yang harus dibayar oleh pemerintah ke pertamina : "Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2002 (Januari s.d. Desember)Pemerintah memberi subsidi BBM rata-rata sebesar Rp540.17 per liter. dan tahun 2003(Januari s.d. Desember) sebesar Rp530,55 per liter. Sedangkan besarnya subsidi yang diberikan Pemerintah per jenis produk BBM (premium, minyak tanah, minyak solar, minyak diesel dan minyak bakar) tidak dapat diketahui." tulisan ini saya ambil dari Audit BPK untuk subsidi tahun 2003. Bayangkan BPK saja tidak dapat mengetahui berapa besar subsidi yang harus diberikan pemerintah per jenis produk BBM.

    Selain itu sangat disayangkan pernyataan Sri Mulyani di kompas hari kamis 22 mei 2008 dengan judul berita "BLT Dibayarkan Hari Jumat"

    "Rata-rata kenaikan harga premium, solar, dan minyak tanah, kata Sri Mulyani, mencapai 28,7 persen di atas harga jual saat ini. Kenaikan terpaksa dilakukan karena semua langkah yang sudah dilakukan pemerintah belum dapat mengangkat kepercayaan pelaku pasar modal. Belum pulihnya kepercayaan pelaku pasar modal ditandai oleh meningkatnya imbal hasil surat utang negara (SUN) 300 basis poin pada Januari-Mei 2008. Di sepanjang Januari-Mei 2008, pemerintah hanya dapat menghimpun dana dari penerbitan SUN Rp 57,8 triliun dengan suku bunga 2,5-3,5 persen lebih tinggi dari kondisi normal..."

    Kemudian 2 paragraph berikutnya :

    "Menkeu menegaskan, kenaikan harga BBM merupakan langkah terbaik yang bisa dilakukan. Jika subsidi BBM dipertahankan sama halnya dengan mempertahankan ketidakadilan, yaitu 20 persen orang terkaya di Indonesia menikmati 40 persen subsidi BBM, sementara 20 persen rakyat termiskin menikmati 11 persen subsidi BBM."

    Kalo kutipan wartawan itu benar berarti inkonsistensi pernyataan.Sebenarnya alasan keadilan atau jatuhnya pasar modal yang dijadikan dasar kenaikan BBM ?
    Kalo yang dipakai alasan pada paragraf pertama, berarti berapapun kenaikan harga minyak dunia asalkan pasar modal ngga drop, ngga bakal dinaikin dong tuh BBM.

    Di sisi lain kalo harga beras turun,harga pupuk naik,petani jadi tambah miskin, nelayan ngga bisa melaut karena harga solar naik, kayanya gov kita ngga pernah se all out kalo ada masalah di pasar modal.

    the rich get richer the poor stay poor

    Dari data, pemerintah juga seharusnya mengetahui bahwa sektor transportasi adalah sektor yang paling banyak mengkonsumsi BBM, mengapa tidak dibuat kebijakan pembenahan transportasi massal yang aman,nyaman dan terjangkau.Sehingga dapat mengurangi pemakaian BBM untuk kendaraan probadi...

    Tks
    Indra

    BalasHapus
  18. Hanya satu kata hilangkan kata "SUBSIDI"
    biang konflik, alasan semu yang tidak profesional.

    BalasHapus
  19. pak agus nizami saudara ipar saya dosen di undip jika tak ada aral melintang akan melakukan penelitian di blok cepu, ia juga kawan dekat dari drajat wibowo di dpr ri. semoga ia berhasil.

    BalasHapus
  20. satu hal yang menarik lagi darinya adalah sangat sepakat dgn kita bahkan menghendaki adanya cost production dan nilai kandungan minyak bumi di Indonesia itu dihargai juga
    nasionalisasi asset strategis ini sekarang tlh jadi isu trend baru
    karena kita melihat keuntungan yang jauh lebih besar dan bermanfaat dimasa datang

    BalasHapus
  21. Iya pak Teguh.
    Boleh dikata 95% karyawan di perusahaan migas asing macam Chevron, Exxon, dsb adalah putra-putri Indonesia. Ex-pat paling2 cuma jabatan managerial saja. Di Kompas saya juga sering melihat perusahaan migas Qatar seperti Qatargas merekrut putra-putri Indonesia untuk bekerja di sana dgn kompensasi yang tinggi.

    Ini menandakan bahwa kita mampu mengelola sendiri.

    Namun memang ada penjajahan yang nyaris tak terlihat oleh mata sehingga banyak yang tidak sadar. Kita tidak sadar kalau kekayaan alam kita dikeruk habis2an oleh perusahaan2 AS sehingga rakyat kita hidup miskin.

    Ini diperparah dengan Begawan ekonomi yang jadi komprador mereka.

    Coba baca tulisan menarik ini:
    http://ayomerdeka.wordpress.com/2008/10/04/mengapa-soeharto-menolak-nasionalisasi-caltex

    BalasHapus
  22. [...] “www.infoindonesia.wordpress.com (Silahkan kutip dan sebar-luaskan).” Kita bisa unduh artikelnya di . Di artikel tersebut, kita bisa langsung [...]

    BalasHapus