Hentikan Menjual BUMN Strategis kepada Asing
Selasa, 11 Agustus 2009 | 14:44 WIB
MEDAN, KOMPAS.com — Ekonom dari Indonesia Bangkit, Hendri Saparini, menyarankan agar pemerintah tidak menjual badan usaha milik negara (BUMN) yang bersifat strategis kepada asing, apalagi yang jelas-jelas telah memberikan keuntungan.
"Kalau BUMN kateringan misalnya hotel, bolehlah dikuasai asing, tapi yang bersifat strategis, seperti penerbangan, minyak, dan gas serta lainnya hendaknya tetap dipertahankan," katanya di Medan, Selasa (11/8).
Saat ini berkembang pertanyaan tentang, apakah ada nasionalisme ekonomi atau sebaliknya? Mereka yang tidak percaya dengan nasionalisme ekonomi menganggap privatisasi dan penguasaan saham BUMN oleh asing, karena merasa Indonesia adalah bagian dari sistem ekonomi global.
Namun, Hendri sendiri merasa nasionalisme itu penting untuk membangun kemandirian ekonomi Indonesia. Menurut dia, sikap itu juga sesuai amanah UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3 yang dengan tegas menyatakan sumber-sumber ekonomi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai negara demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Hanya faktanya saat ini 85 persen usaha minyak dan gas telah dikuasai asing. Padahal, idealnya sebelum langkah privatisasi terhadap usaha-usaha strategis seharusnya dilakukan maping, khususnya menyangkut pengelolaan minyak, tambang, dan produk perkebunan seperti CPO.
Dia juga merasa rencana privatisasi terhadap BUMN perkebunan seperti PTPN III dan PTPN IV yang bergulir pada tahun 2007 sebagai sesuatu yang aneh. Padahal, saat itu perusahaan tersebut meraih untung cukup besar seiring dengan naiknya harga produk perkebunan di pasar dunia.
Kebijakan privatisasi sebenarnya bentuk ketidakpercayaan terhadap kemampuan anak bangsa sendiri meski cukup banyak CEO Indonesia yang kemampuannya diakui secara internasional.
Privatisasi sepertinya juga dimaknakan secara sederhana karena selalu dikaitkan dengan perilaku korupsi dan ketidakmampuan sehingga diperlukan asing yang dinilai lebih mampu.
Indonesia bisa berkaca pada Singapura yang maju, tetapi 80 persen ekonominya ditopang keberadaan BUMN. Demikian juga Malaysia yang tidak memberikan tempat strategis di Petronas untuk diduduki asing.
"Jika kebijakan penjualan BUMN strategis terus dijalankan dan tetap pada keyakinan ekonomi negara ini bagian dari sistem ekonomi global, maka jangan berharap ekonomi Indonesia akan mandiri," katanya.
Pengamat ekonomi dari Universitas Sumatera Utara (USU), John Tafbu Ritonga, mengingatkan, perlunya kewaspadaan nasional atas proses denasionalisasi sumber daya alam yang tidak sesuai UUD 1945.
Selain minyak dan gas yang sudah dikuasai asing, dia juga mencatat, 75 persen transaksi saham di Bursa Efek Indonesia dikuasai asing, demikian juga dengan 50 persen saham di bank, termasuk penguasaan 20.000 hektar lahan perkebunan sawit milik PTPN II di Sumatera Utara.
"Kita membiarkan denasionalisasi sumber daya alam yang sesungguhnya bisa diartikan Indonesia telah digadaikan ke asing," katanya.
http://regional.kompas.com/read/xml/2009/08/11/14445938/Hentikan.Menjual.BUMN.Strategis.kepada.Asing
Setuju atas pendapat Ibu Hendri Saparini. Dicari oleh rakyat ekonom-ekonom seperti Ibu untuk kemajuan Indonesia ke depan.
BalasHapus