Selasa, 04 Januari 2011

Mati Karena Kemiskinan? Enam Bersaudara Meninggal Akibat Tiwul

Tak lama setelah Menko Perekonomian Hatta Radjasa dan SBY gembar-gembor soal laju perekonomian Indonesia yang 6% dan jumlah kemiskinan yang berkurang jadi tinggal 31 juta, 6 bersaudara tewas akibat keracunan makan Tiwul.


Mereka makan Tiwul karena sudah tak mampu lagi beli nasi mengingat penghasilannya yang cuma Rp 150-200 ribu per minggu itu cuma bertahan 3-4 hari saja.


Dengan Garis Kemiskinan BPS yang cuma US$ 0,75/orang/hari (sementara Filipina US$ 1,5 dan Bank Dunia US$ 2), Pemerintah memang sedang menipu dirinya sendiri, rakyat, dan dunia. Jumlah orang miskin jadi cuma 31 juta. Padahal jika ditetapkan US$ 2/orang/hari, bisa jadi 120 juta lebih yang miskin...


Diduga Keracunan
Enam Bersaudara Meninggal Akibat Tiwul
Senin, 3 Januari 2011 | 15:17 WIB
SRIWIJAYA POST/SYAHRUL HIDAYAT

JEPARA, KOMPAS.com - Enam orang bersaudara dari Desa Jebol, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, meninggal dunia diduga akibat keracunan makanan tiwul yang terbuat dari bahan ketela pohon.

Orangtua korban, Jamhamid (45), di Jepara, Senin (3/1/2011), membenarkan, keenam korban meninggal yang diduga akibat mengonsumsi tiwul tersebut merupakan anaknya dari tujuh orang bersaudara.

"Awalnya, yang meninggal dua orang, yakni Lutfiana (22) dan Abdul Amin (3) di Rumah Sakit Umum Daerah Kartini Jepara, masing-masing meninggal pada Sabtu (1/1/2011) pagi dan Sabtu malam," ujarnya.

Korban Lutfiana yang merupakan anak pertama dari tujuh bersaudara dimakamkan Sabtu siang, sedangkan jenazah Abdul Amin dimakamkan Minggu (2/1/2011). Pemakaman pada hari yang sama juga dilakukan untuk korban Ahmad Kusrianto (5) anak nomor enam dan Ahmad Hisyam Ali (13) anak nomor empat.

Sedangkan anak nomor lima dan tiga, yakni Saidatul Kusniah (8) dan Faridatul Solihah (15) yang meninggal Senin dini hari dimakamkan pada hari ini sekitar pukul 11.00 WIB. Dia mengakui, keluarganya mulai mengonsumsi tiwul sebagai makanan alternatif sejak dua pekan terakhir, mengingat penghasilannya sebagai penjahit di Semarang kurang mencukupi kebutuhan keluarga.

"Setiap pekan, penghasilan saya hanya berkisar antara Rp 150.000 hingga Rp 200.000," ujarnya.

Penghasilan selama sepekan tersebut, kata dia, hanya bertahan selama tiga hingga empat hari saja. "Terkadang, kami hanya bisa membeli beras 10 kilogram dari biasanya bisa membeli hingga 16 kg untuk memenuhi kebutuhan delapan anggota keluarga," ujarnya.

Untuk itu, kata dia, sejak dua pekan terakhir terpaksa harus mengonsumsi makanan alternatif, berupa tiwul yang biasa disediakan oleh istrinya Siti Sunayah (41). Kini, keluarga pasangan Jamhamid dan Siti Sunayah tinggal satu orang yang hidup bersama suaminya.

Siti Sunayah mengungkapkan, keluarganya mulai mengonsumsi tiwul sejak dua pekan terakhir, karena kondisi keuangan keluarga yang kurang mencukupi. "Makanan ini hanya bersifat sebagai selingan dari menu makanan utama," ujarnya.

Makanan tersebut, kata dia, terbuat dari sari ketela pohon, dicampur dengan bahan lain, seperti pemanis buatan, gula aren, dan kelapa parut.

Awalnya, kata dia, anaknya yang bernama Lutfiana mengeluh pusing, kemudian minta dikerok. "Setelah itu, mengalami muntah berulang kali," ujarnya.

Dia mengaku, tidak mengetahui anaknya itu mengalami keracunan. "Hal ini, juga diperkuat dengan pernyataan mantri setempat yang menganggap gejala tersebut hanya penyakit biasa," ujarnya.

Hanya saja, kata dia, selang beberapa jam kemudian, anaknya harus dilarikan ke rumah sakit terdekat. "Saya memang sempat mengonsumsi sedikit, sedangkan suami tidak ikut mengonsumsi karena berada di Semarang," ujarnya.

Kapolres Jepara AKBP Ruslan Ependi melalui Kasat Reskrim AKP Rismanto mengungkapkan, kasus dugaan keracunan makanan yang mengakibatkan korban jiwa tersebut masih dalam proses penyelidikan polisi.

"Saat ini, kami masih menunggu hasil pemeriksaan sampel sisa makanan, ketela pohon yang masih tersisa, dan muntahan korban di laboratorium Polda Jateng," ujarnya.
http://regional.kompas.com/read/2011/01/03/15173541/Enam.Bersaudara.Meninggal.Akibat.Tiwul

1 komentar:

  1. sebagai anak tulen Jepara saya turut berduka cita atas meninggalnya mereka. dan saya mengingatkan kepada seluruh warga Indonesia, umumnya, dan warga Jepara, khususnya untuk memperhatikan masalah sosial yang memprihatinkan. bagi orang yang berkecukupan, saya himbau, jangan hanya duduk-duduk enak di bangku dan menikmati kekayaan yang ada. tapi, jadilah orang yang peduli akan nasib orang-orang yang tertindas.

    BalasHapus