Senin, 14 Januari 2008

Cara/Solusi Mengatasi Kemiskinan di Indonesia

Gunung Cikuray dan Sawah yang subur - Kekayaan Alam Indonesia


Pada Hari Kemiskinan Internasional lalu berbagai pihak menyatakan perang melawan kemiskinan. Ditargetkan pada tahun 2015 Indonesia bebas dari kemiskinan. Ini tekad yang bagus.


Namun selain tekad, harus didukung dengan niat yang ikhlas, perencanaan, pelaksanaan dan juga pengawasan yang baik. Tanpa itu semua hanya omong belaka.


Menghilangkan kemiskinan boleh dikata mimpi atau hanya janji surga. Tapi mengurangi kemiskinan sekecil mungkin bisa dilakukan. Ada beberapa program yang perlu dilakukan agar kemiskinan di Indonesia bisa dikurangi.




Pendidikan


Pertama, meningkatkan pendidikan rakyat. Sebisa mungkin pendidikan harus terjangkau oleh seluruh rakyat Indonesia. Banyaknya sekolah yang rusak menunjukkan kurangnya pendidikan di Indonesia. Tentu bukan hanya fisik, bisa jadi gurunya pun kekurangan gaji dan tidak mengajar lagi.


Dulu pada tahun 1970-an, sekolah dasar dibagi dua. Ada sekolah pagi dan ada sekolah siang sehingga 1 bangunan sekolah bisa dipakai untuk 2 sekolah dan melayani murid dengan jumlah 2 kali lipat. Sebagai contoh di sekolah saya ada SDN Bidaracina 01 Pagi (Sekarang berubah jadi Cipinang Cempedak 01 Pagi) dan SDN Bidaracina 02 Petang. Sekolah pagi mulai dari jam 7.00 hingga 12.00 sedang yang siang dari jam 12:30 hingga 17:30. Satu bangunan sekolah bisa menampung total 960 murid!


Ini tentu lebih efektif dan efisien. Biaya pembangunan dan pemeliharaan gedung sekolah bisa dihemat hingga separuhnya. Mungkin ada yang berpendapat bahwa hal itu bisa mengurangi jumlah pelajaran karena jam belajar berkurang. Padahal tidak. Sebaliknya jam pelajaran di sekolah terlalu lama justru membuat siswa jenuh dan tidak mandiri karena dicekoki oleh gurunya. Guru bisa memberi mereka PR atau tugas yang dikerjakan baik sendiri, bersama orang tua, atau teman-teman mereka. Ini melatih kemandirian serta kerjasama antara anak dengan orang tua dan juga dengan teman mereka.


Selain itu biaya untuk beli buku cukup tinggi, yaitu per semester atau caturwulan bisa mencapai Rp 200 ribu lebih. Setahun paling tidak Rp 400 ribu hanya untuk beli buku. Jika punya 3 anak, berarti harus mengeluarkan uang Rp 1,2 juta per tahun. Hanya untuk uang buku orang tua harus mengeluarkan 130% lebih dari Upah Minimum Regional (UMR) para buruh yang hanya sekitar 900 ribuan.


Untuk mengurangi beban orang tua dalam hal uang buku, pemerintah bisa menyediakan Perpustakaan Sekolah. Dulu perpustakaan sekolah meminjamkan buku-buku Pedoman (waktu itu terbitan Balai Pustaka) kepada seluruh siswa secara gratis. Untuk soal bisa didikte atau ditulis di papan tulis.


Ini beda dengan sekarang di mana buku harus ditulis dengan pulpen sehingga begitu selesai dipakai harus dibuang. Tak bisa diturunkan ke adik-adiknya.


Saat ini biaya SPP sekolah gratis hanya mencakup SD dan SMP (Meski sebetulnya tetap bayar yang lain dengan istilah Ekskul atau Les) sedang untuk Perguruan Tinggi Negeri biayanya justru jauh lebih tinggi dari Universitas Swasta yang memang bertujuan komersial. Untuk masuk UI misalnya orang tahun 2005 saja harus bayar uang masuk antara Rp 25 hingga 75 juta. Padahal tahun 1998 orang cukup bayar sekitar Rp 300 ribu sehingga orang miskin dulu tidak takut untuk menyekolahkan anaknya di PTN seperti UI, IPB, UGM, ITS, dan sebagainya. Meski ada surat edaran Rektor bahwa orang tua tidak perlu takut akan bayaran karena bisa minta keringanan, namun teori beda dengan praktek.


Boleh dikata orang-orang miskin saat ini mimpi untuk bisa masuk ke PTN. Jika pun ada paling cuma segelintir saja yang mau bersusah payah mengurus surat keterangan tidak mampu dan merendahkan diri mereka di depan birokrat kampus sebagai Keluarga Miskin (Gakin) untuk minta keringanan biaya.


Tanpa pendidikan, sulit bagi rakyat Indonesia untuk mengurangi kemiskinan dan menjadi bangsa yang maju.



Reformasi Tanah untuk Rakyat


Kedua, pembagian tanah/lahan pertanian untuk petani. Paling tidak separuh rakyat (sekitar 100 juta penduduk) Indonesia masih hidup di bidang pertanian. Menurut Bank Dunia, mayoritas petani Indonesia memiliki lahan kurang dari 0,4 hektar. Bahkan ada yang tidak punya tanah dan sekedar jadi buruh tani. Kadang terjadi tawuran antar desa hingga jatuh korban jiwa hanya karena memperebutkan lahan beberapa hektar!


Artinya jika 1 hektar bisa menghasilkan 6 ton gabah dan panen 2 kali dalam setahun serta harga gabah hanya Rp 2.000/kg, pendapatan kotor petani hanya Rp 9,6 juta per tahun atau Rp 800 ribu/bulan. Jika dikurangi dengan biaya benih, pestisida, dan pupuk dengan asumsi 50% dari pendapatan mereka, maka penghasilan petani hanya Rp 400 ribu/bulan saja.


Pada saat yang sama 69,4 juta hektar tanah dikuasai oleh 652 pengusaha. Ini menunjukkan belum adanya keadilan di bidang pertanahan. Dulu pada zaman Orba (Orde Baru) ada proyek Transmigrasi di mana para petani mendapat tanah 1-2 hektar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Transportasi, rumah, dan biaya hidup selama setahun ditanggung oleh pemerintah.


Program itu sebenarnya cukup baik untuk diteruskan mengingat saat ini Indonesia kekurangan pangan seperti beras, kedelai, daging sapi, dsb sehingga harus impor puluhan trilyun rupiah setiap tahunnya.


Jika petani dapat tanah 2 hektar, maka penghasilan mereka meningkat jadi Rp 48 juta per tahun atau bersih bisa Rp 2 juta/bulan per keluarga.


Memang biaya transmigrasi cukup besar. Untuk kebutuhan hidup selama setahun, rumah, lahan, dan transportasi paling tidak perlu Rp 40 juta per keluarga. Dengan anggaran Rp 10 trilyun per tahun ada 250.000 keluarga yang dapat diberangkatkan per tahunnya.


Seandainya tiap keluarga mendapat 2 hektar dan tiap hektar menghasilkan 12 ton beras per tahun, maka akan ada tambahan produksi sebesar 6 juta ton per tahun. Ini sudah cukup untuk menutupi kekurangan beras di dalam negeri.


Saat ini dari 2 juta ton kebutuhan kedelai di Indonesia (sebagian untuk tahu dan tempe), 60% diimpor dari luar negeri. Karena harga kedelai luar negeri naik dari Rp 3.500/kg menjadi Rp 7.500/kg, para pembuat tahu dan tempe banyak yang bangkrut dan karyawannya banyak yang menganggur.


Jika program transmigrasi dilakukan tiap tahun dan produk yang ditanam adalah produk di mana kita harus impor seperti kedelai, niscaya kekurangan kedelai bisa diatasi dan Indonesia tidak tergantung dari impor kedelai yang nilainya lebih dari Rp 8 trilyun per tahunnya. Ini akan menghemat devisa.



Agrobisnis Hanya untuk Rakyat



Ketiga, tutup bisnis pangan kebutuhan utama rakyat dari para pengusaha besar. Para petani/pekebun kecil sulit untuk mengekspor produk mereka. Sebaliknya para pengusaha besar dengan mudah mengekspor produk mereka (para pengusaha bisa menekan/melobi pemerintah) sehingga rakyat justru bisa kekurangan makanan atau harus membayar tinggi sama dengan harga Internasional. Ini sudah terbukti dengan melonjaknya harga minyak kelapa hingga 2 kali lipat lebih dalam jangka waktu kurang dari 6 bulan akibat kenaikan harga Internasional. Pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa.


Jika produk utama seperti beras, kedelai, terigu dikuasai oleh pengusaha, rakyat akan menderita akibat permainan harga.


Selain itu dengan dikuasainya industri pertanian oleh pengusaha besar, para petani yang merupakan mayoritas dari rakyat Indonesia akan semakin tersingkir dan termiskinkan.



Efisiensi


Keempat, lakukan efisiensi di bidang pertanian. Perlu dikaji apakah pertanian kita efisien atau tidak. Jika pestisida kimia mahal dan berbahaya bagi kesehatan, pertimbangkan predator alami seperti burung hantu untuk memakan tikus, dsb. Begitu pula jika pupuk kimia mahal dan berbahaya, coba pupuk organik seperti pupuk hijau/kompos. Semakin murah biaya pestisida dan pupuk, para petani akan semakin terbantu karena ongkos tani semakin rendah.


Jika membajak sawah bisa dilakukan dengan sapi/kerbau, kenapa harus memakai traktor? Dengan sapi/kerbau para petani bisa menternaknya sehingga jadi banyak untuk kemudian dijual. Daging dan susunya juga bisa dimakan. Sementara traktor bisa rusak dan butuh bensin/solar yang selain mahal juga mencemari lingkungan.


Nelayan juga tidak perlu pakai solar/BBM. Coba kembangkan perahu layar atau Turbin Angin yang kecepatannya bisa lebih cepat dari angin dan melawan arah angin. Ini bisa menghemat biaya.



Penuhi Kebutuhan yang Masih Impor


Kelima, data produk-produk yang masih kita impor. Kemudian teliti produk mana yang bisa dikembangkan di dalam negeri sehingga kita tidak tergantung dengan impor sekaligus membuka lapangan kerja. Sebagai contoh jika mobil bisa kita produksi sendiri, maka itu akan sangat menghemat devisa dan membuka lapangan kerja. Ada 1 juta mobil dan 6,2 juta sepeda motor terjual di Indonesia dengan nilai lebih dari Rp 200 trilyun/tahun. Jika pemerintah menyisihkan 1% saja dari APBN yang Rp 1.000 trilyun/tahun untuk membuat/mendukung BUMN yang menciptakan kendaraan nasional, maka akan terbuka lapangan kerja dan penghematan devisa milyaran dollar setiap tahunnya.


Untuk melindungi industri dalam negeri, kenakan pajak impor minimal 20%. Jadi jika di satu bidang satu produsen bisa ekspor Rp 10 trilyun/tahun ke Indonesia, dgn pajak impor yang RP 2 trilyun/tahun, bisa saja dia memindahkan pabriknya ke Indonesia. Atau Industri dalam negeri Indonesia yang bangkit.



Nasionalisasi Perusahaan Tambang Asing (migas, emas, perak, tembaga, dsb)


Keenam, stop eksploitasi/pengurasan kekayaan alam oleh perusahaan asing. Kelola sendiri. Banyak kekayaan alam kita yang dikelola oleh asing dengan alasan kita tidak mampu dan sedang transfer teknologi. Kenyataannya dari tahun 1900 hingga saat ini ketika minyak hampir habis kita masih ”transfer teknologi”.


Padahal 95% pekerja dan insinyur di perusahaan-perusahaan asing adalah orang Indonesia. Expat paling hanya untuk level managerial. Bahkan perusahaan migas Qatar pun di Kompas sering pasang lowongan untuk merekrut ahli migas kita. Saat ini 1.500 ahli perminyakan Indonesia bekerja di Timur Tengah seperti Arab Saudi, Kuwait, dan Qatar. Bahkan ada Doktor Perminyakan yang bekerja di negara Eropa seperti Noewegia!


Sekilas kita untung dengan pembagian 85% sedang kontraktor asing hanya 15%. Padahal kontraktor asing tersebut memotong terlebih dulu pendapatan yang ada dengan cost recovery yang besarnya mereka tentukan sendiri. Bahkan ongkos bermain golf dan biaya rumah sakit di luar negeri ex-patriat dimasukkan ke dalam cost recovery, begitu satu media memberitakan. Akibatnya di Natuna sebagai contoh, Indonesia tidak dapat apa-apa. Kontraktor asing sendiri, seperti Exxon sendiri mengantongi keuntungan hingga Rp 360 trilyun setiap tahun dari pengelolaan minyak dan gas di berbagai negara termasuk Indonesia. Menurut PENA, pada tahun 2008 saja sekitar Rp 2.000 trilyun/tahun dari hasil kekayaan alam Indonesia justru masuk ke kantong asing. Padahal jitu bisa dipakai untuk melunasi hutang luar negeri dan mensejahterakan rakyat Indonesia.


Bahkan untuk royalti emas dan perak di Papua, Freeport yang cuma "tukang cangkul" dapat 99% sementara bangsa Indonesia sebagai pemilik emas cuma dibagi 1%! Bagaimana bisa kaya? Jadi kalau didapat emas dan perak sebesar Rp 100 trilyun, Indonesia cuma dapat Rp 1 trilyun saja!


Banyak perusahaan asing beroperasi menguras kekayaan alam Indonesia. Tetangga saya yang menambang emas bekerjasama dengan penduduk lokal dengan memakai alat pahat dan martil saja bisa mendapat Rp 240 juta per bulan, bagaimana dengan Freeport yang memakai banyak excavator dan truk-truk raksasa yang meratakan gunung-gunung di Papua?


Agar Indonesia bisa makmur, maka Indonesia harus mengelola sendiri kekayaan alamnya. Nasionalisasi Perusahaan2 tambang asing. Negara2 seperti Iran, Arab Saudi, Venezuela, Bolivia, dsb sudah menasionalisasi perusahaan migas asing. Sebagai contoh, meski Exxon menuntut ganti rugi US$ 12 Milyar atas asetnya di Venezuela, namun lembaga Arbitrase Internasional hanya memerintahkan Pemerintah Venezuela membayar US$ 907 juta saja. Dengan produksi minyak 3 juta bph dan harga minyak US 100/barel, maka dalam 4 hari saja sudah lunas "investasi" Exxon di Venezuela.


Jika beberapa langkah sederhana bisa dilakukan, niscaya Indonesia akan menjadi lebih baik.

28 komentar:

  1. [...] di Jakarta - Penyebab dan SolusinyaIndonesia: Kaya Migas, Ekspor Migas, dan Kekurangan MigasBeberapa Langkah Mengurangi Kemiskinan di IndonesiaDi Zaman Pak Harto, Kita Tak Pernah Antre Beli [...]

    BalasHapus
  2. Thanks, bos atas tulisannya. Saya pikir ini cukup inspiratif...

    BalasHapus
  3. mengomentari masalah yang semakin membudaya di Indonesia diatas, saya hanya ingin menambahkan bahwa filter terhadap penerimaan budaya asing di Indonesia kini tengah dilanda kebocoran besar... arus globalisasi yang memang tak bisa dielakkan membuat negara kita tercinta menjadi kelabakan... karena filter menganga lebar membuat manusia Indonesia menelan mentah-mentah segala hal yang dibilang baik oleh barat...contoh nyatanya adalah fashion dan lifestyle manusia INDONESIA.dan lebih parahnya masalah psikis yang terbiasa manut serta rindu akan kebebasan membuat kita lupa akan diri kita yang sebenarnya-amnesia akan jati diri bangsa sendiri-......hingga munculah citra bentukan barat yang merajalela....namun kesalahan tetap sebagian besar ada pada diri kita sendiri....

    BalasHapus
  4. Saya sangat setuju dengan komentar ini !
    Tanpa pendidikan, sulit bagi rakyat Indonesia untuk mengurangi kemiskinan dan menjadi bangsa yang maju.

    BalasHapus
  5. untuk keluar dari kemiskinan, kita harus perbaiki sistem pendidikan nasional kita, karena negera yang maju adalah negara yang punya SDM yang cerdas bukan hanya karena SDA yang melimpah. dan untuk menjadi cerdas kita harus tingkatkan kualitas pendidikan nasional kita.

    BalasHapus
  6. Kalau saya sih kurang setuju kalau targetnya adalah pengentasan kemiskinan, menurut saya lebih tepat kalau target adalah pengentasan kebodohan.

    BalasHapus
  7. Kemiskinan menurut teori dapat dikurangi dengan tiga cara: Pertama, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kedua mengurangi jumlah penduduk atau transmigrasi dan ketiga membuat program padat karya. Amerika Serikat ketika mengalami krisis ekonomi telah pernah mencobakan cara yang ketiga dengan membuat program-program padat karya seperti yang diusulkan oleh ekonom Keynes. Meskipun program padat karya bersifat jangka pendek namun dampaknya dalam jangka panjang menambah sarana dan prasarana publik serta berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Program transmigrasi juga pernah dilaksanakan di Indonesia namun demikian yang perlu diperhatikan adalah dampak sosial yang ditimbulkannya antara penduduk transmigran dengan penduduk setempat.

    BalasHapus
  8. kemiskinan itu si dibuat sendiri ,coba jangan malas bekerja pasti ngga miskin,dan jangan terlalu berharap jadi PNS wiraswasta,berdagang atau yang lainya yang penting benar pasti hasilnya benar ,pekerjaan yang cara mencarinya deng an uang atau bayar itu hasilnya haram seumur hidup,percuma hidup didunia,diakherat tersiksa,terimakasih

    BalasHapus
  9. aku lagi nyari bahan tentang strategi implementasi pengentasan kemiskinan, ada yangpunya bahan?????
    tolongin yaa
    klo ada kasih tau ke arie_moviech@yahoo.com
    trimks atas pertolongan nya

    BalasHapus
  10. kalau hanya mengandalkan dari pemerintah saja Indonesia tidak akan pernah senyum. kalau untuk memperbaiki dalam segala hal baik pendidikan atau ekonomi yang kita utamakan diri kita sendiri.

    BalasHapus
  11. Haloo Bos tulisannya Bagus..,
    Bos diIndonesia ini kebanyakan orang hanya mementingkan kepentingan pribadi, coba perhatikan para-para wakil rakyat yang nuntut naik gaji, PNS menuntut untuk penungkatan kesejahteraan yang ujung-ujung naik Gaji. Apalah kita pernah berpikir berapa banyak warga indonesia yang untuk makan hari ini aja susah, berapa anak yang putus pendidikan dengan alasan untuk bantu keluarga pingin bantu keluarga memnuhi kebutuhan sehari-sesari.

    WAHAI PARA KORUPTOR
    APAKAH KAU TIDAK MERASA BERDOSA....??
    JIKA ADA SEBAGIAN HAK RAKYAT KAU GUNAKAN UNTUK KEPENTINGAN PRIBADI
    WAHAI PARA KORUPTOR
    APAKAH KAU TAK PERNAH MEMBAYANGKAN PERIHNYA KEHIDUPAN

    YA... MUNGKIN KAU MEMANG BERASAL DAN TERLAHIRKAN
    DARI KELUARGA YANG BERADA
    KAU BEDA DENGAN KAMI YANG DILAHIRKAN DARI KELUARGA
    YANG TIDAK SEKAYA KELUARGA YANG KAU PUNYA..

    BalasHapus
  12. [...] Posts Mobil Murah dan Irit Buatan IndonesiaApa itu Neoliberalisme?Beberapa Langkah Mengurangi Kemiskinan di IndonesiaSMU Mana yang Banyak Preman dan Sering Tawuran?Universitas Mana yang Baik dan Murah?Kenaikan Gaji [...]

    BalasHapus
  13. [...] http://infoindonesia.wordpress.com/2008/01/15/beberapa-langkah-mengurangi-kemiskinan-di-indonesia/ [...]

    BalasHapus
  14. [...] Beberapa Langkah Mengurangi Kemiskinan di Indonesia [...]

    BalasHapus
  15. kesejahteraan akan terpenuhi, kemiskinan akan semakin berkurang seiring dengan berkurangnya tingkat kejahatan & terpenuhinya kebutuhan informasi baru.

    BalasHapus
  16. [...] Beberapa Langkah Mengurangi Kemiskinan di Indonesia [...]

    BalasHapus
  17. semua ini perlu adanya pemahaman, penghayatan, dan pengamalan yang menyeluruh tentang agama, karena ketika manusia telah berusaha tetapi masih miskin, maka mereka akan mwngembalikan kepada Tuhan Yang Maha Esa....
    terus berusaha dan kembangkan potensi kita semaksimal mungkin...

    BalasHapus
  18. kemiskinan di indonesia disebabkan ekonomi kapitalis yang diamalkan negaranya. mobiliti sosial x berlaku. yang miskin dan keturunannya akan trus miskin. tidak ada alat yang mewujudkan mobiliti sosial. pendidikan x menjamin mobiliti sosial.

    BalasHapus
  19. seandainya potensi zakat di indonesia dapat di makasimalkan...

    BalasHapus
  20. ayo doeng para insinyur indonesia jangan pada lari keluar negeri,kelolalah negeri tercinta kita ini..

    BalasHapus
  21. armita lestari wau11 Agustus 2011 pukul 02.39

    merdeka!!!!!!

    BalasHapus
  22. Niat baik tidak akan sukses dan berhasil tanpa didasari oleh hati yang bersih dan ikhlas.

    BalasHapus
  23. Hj. Laily Nafis, M.Pdi (ning nafis), pengasuh asrama hidayatul quran jombang pernah mengatakan pada sy, bahwa solusi kemiskinan hanya dua, 1. Optimalisasi zakat, 2. Berantas korupsi. Semoga rakyat hidup sejahtera. Amin

    BalasHapus
  24. thank you broo........
    Akhir'y saya bisa mengerjakan tugas PKn......hehehe

    BalasHapus
  25. Masalahnya sarjana di Indonesia kurang dihargai.
    Banyak yang menganggur.
    Ada pula teman saya cerita bagaimana saudaranya yang sarjana S2 lulusan universitas Luar Negeri dan ahli atom di sini harus mengejar2 metro mini untuk berangkat ke kantor.
    Gajinya sangat minim.

    BalasHapus
  26. [...] http://infoindonesia.wordpress.com/2008/01/15/cara-solusi-mengatasi-kemiskinan-di-indonesia/ Share this:TwitterFacebookLike this:LikeBe the first to like this post. This entry was posted in Soft Skill. Bookmark the permalink. [...]

    BalasHapus
  27. Kisah Nyata
    Assalamualaikum wrb,saya Sri Wardani asal Solo niat saya hanya ingin berbagi kebaikan khusus kepada orang yang mengalami kesusahan,percaya tidak percaya semua kembali pada pembaca postingan saya,awalnya saya seorang pengusaha yang bisa dibilang sukses,tapi banyak yang tidak suka kalau saya sukses,bisnis saya bangkrut dan saya sempat jadi pemulung saya punya anak dua dan masih kecil2,saya sempat putus asa dan tidak tau mau berbuat apa dan saya juga sempat mau mengakhiri hidup,tapi setiap saya melihat anak saya semua putus asa saya hilang,tanpa disengaja ada seseorang member saya dia menyarangkan saya untuk menghubungi Ki Abdullah,beliau memberikan saran yang tidak melenceng dari ajaran agama,awalnya sih saya ragu tapi saya beranikan diri mencoba saran dari Aki,syukur Alhamdulillah dengan saran beliau saya sekarang sukses kembali dan saya bisa biayai sekolah anak saya sampai selesai,terima kasih Ki berkat aki saya bisa sukses kembali,ini pengalaman pribadi saya khusus bagi teman2 yang sempat baca dan punya masalah silahkan hub Aki Abdullah di nomor 0823-3975-5544 insya allah dikasi solusi,semua masalah bisa diatasi AKI. Ini pengalaman saya khusus yang serius saja silahkan hub beliau,terima kasih kepada yang punya room ini karna saya sempat berbagi pengalaman dan mudah2han bisa membantu,assalamualaikum wrb. Allahuakbar...Allahuakbar...





    BalasHapus