Rabu, 11 September 2013

Buruknya Angkutan Umum di Jakarta

Pagi ini menunggu Bis 57 (Pulo Gadung - Blok M) dari jam 7 hingga jam 8 pagi ternyata tidak ada yang lewat juga. Sebaliknya Bis AC 117 (Pulo Gadung - Poris) yang tarifnya katanya Rp 18.000 lewat sampai 3x.
Terpaksa saya naik dulu ke UKI untuk kemudian nyambung dengan Bis 45 dan sampai di kantor jam 9:30.
Dengan angkutan umum seburuk itu, pantas saja anak-anak orang kaya seperti anaknya Ahmad Dhani dan Hatta Radjasa memilih naik mobil sendiri meski akhirnya menabrak orang hingga mati. Sementara anak2 golongan menengah ke bawah cukup naik sepeda motor. Angkutan umum kita memang tidak nyaman dan tidak bisa diandalkan.
Bisa jadi pengusaha Bis tidak tertarik dengan bis regular seperti 57 yang tarifnya cuma Rp 3.000. Harusnya ini bisa disiasati dengan subsidi silang di setiap bis. Misalnya 1/3 bis bagian depan dengan 20 tempat duduk itu VIP dengan tarif Rp 9000. Sementara 2/3 di belakang tarif ekonomi dengan biaya Rp 3.000. Untuk kereta api juga begitu. 2 gerbong depan Rp 10.000 untuk KRL Jabotabek. Sedang 6 gerbong di belakangnya cukup Rp 2500 saja.
Setiap rute harusnya minimal ada 6 bis. Jadi jika 2 jam pulang pergi ada 6 bis, maka akan ada 1 bis setiap 20 menit. Jangan sampai 1 jam lebih orang menunggu, bisnya tidak lewat-lewat.
Jika perlu tiap jurusan, misalnya Pulo Gadung-Blok M diisi oleh 2 operator. Jadi mereka bersaing. Meski rutenya dibuat sedikit berbeda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar